Fariz Salman Alfarisi: 07/30/12

Laman

30/07/12

Syi'ah dan sejarah masuknya ke Indonesia


Diawal tahun 1980, ajaran Syi'ah mulai masuk ke Indonesia, meskipun (sebatas yang saya ketahui) ketika itu, pemerintah awalnya menolak kedatangan tokoh-tokoh Syi'ah ke Indonesia untuk memperkenalkan ajaran mereka.Tetapi ada beberapa tokoh di Indonesia ini yang sangat berjasa bagi kelompok Rafidhah ini, diantaranya ada dua orang tokoh. Keduanya berhasil meyakinkan pemerintah bahwa yang datang ini bukanlah murid-murid Khomaini tetapi lawan-lawannya dan mereka tidak membawa ajaran Khomaini. Pemerintah yang memang tidak paham ajaran Syi'ah [2], akhirnya memberikan ijin. Sejak itu, masuklah ajaran Syi'ah ke negeri kita ini. Secara pribadi, ketika itu, saya (penulis) telah mengingatkan kepada sebagian ustadz dan kaum Muslimin bahwa kalau kita tidak menjelaskan masalah Syi'ah ini kepada ummat, maka ajarannya akan berkembang dan masuk ke berbagai lapisan masyarakat. Namun, sangat disesalkan, mereka tidak mengindahkannya dan tetap menganggap perbedaan antara kita dengan Syi'ah hanya dalam masalah furu'iyyah. Padahal perbedaan kita dengan Syi'ah Rafidhah adalah perbedaan ushul (pokok-pokok agama) dan furu 'yang keduanya tidak mungkin disatukan kecuali kalau salah satunya meninggalkan ajaran agamanya. Di antara perbedaan ushul (pokok) yang sangat mendasar sekali yang kalau diyakini oleh seseorang maka akan menyebabkan seorang itu murtad yaitu: Pertama; keyakinan mereka bahwa al-Qur'an yang ada ditangan kaum muslimin saat ini, yang dibaca, yang dihafal dan diyakini sebagai Kitabullah yang diwahyukan kepada hambaNya dan RasulNya Muhammad shallallâhu 'alaihi wasallam melalui perantara

SEPAK TERJANG SYI'AH DI INDONESIA


 Perjalanan kaum Syi'ah di negeri ini semakin jelas.Dimulai ketika terjadi revolusi Iran yang mengantarkan ajaran atau (tepatnya disebut) dîn (agama) Syi'ah menguasai Iran sebagai agama penguasa setelah pemerintahan Reza Pahlevi runtuh. Setelah terjadi revolusi di Iran di penghujung tahun 1979, mereka mulai menyebarkan ajaran mereka ke seluruh negeri Islam dengan mengatas-namakan dakwah Islam. Terutama ke negeri Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. Ada tiga faktor yang menyebabkan Syi'ah mudah masuk ke Indonesia. Yaitu: Pertama, kaum Muslim terbelakang dalam pemahaman terhadap aqidah Islam yang Shahihah (benar) yang berdasarkan al-Qur'ân dan Sunnah. Kedua, mayoritas kaum Muslimin pada saat itu sangat jauh dari manhaj Salafush Shâlih. Mereka hanya sekedar mengenal nama yang agung ini, namun dari sisi pemahaman pengamalan dan dakwah jauh sekali dari pemahaman dan praktek Salaful Ummah (generasi terbaik umat Islam). Memang ada sebagian kaum Muslimin yang menyeru kepada al-Qur'ân dan Sunnah, tetapi menurut pemahaman masing-masing tanpa ada satu metode yang akan mengarahkan dan membawa mereka kepada pemahaman yang shahîh (benar). Ketiga, kebanyakan kaum muslimin termasuk tokoh-tokoh mereka di negeri ini kurang paham atau tidak paham sama sekali tentang ajaran Syi'ah yang sangat berbahaya terhadap Islam dan kaum Muslimin, bahkan untuk seluruh umat

Islam Syariat Semesta Alam


عن أبي هريرة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال: والذي نفس محمد بيده لا يسمع بي أحد من هذه الأمة يهودي ولا نصراني ثم يموت ولم يؤمن بالذي أرسلت به إلا كان من أصحاب النار 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, bahwasanya beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya! Tidaklah mendengar tentangku (diutusnya aku) seorangpun dari umat ini, baik ia seorang Yahudi maupun Nashrani, kemudian ia mati dan belum beriman dengan apa yang aku bawa (Syari'at Islam) melainkan ia termasuk penghuni neraka. "HR. Muslim 

Pembaca yang dirahmati Allah subhanahu wata'ala, kali ini kita akan mengkaji sebuah hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam agar kita bisa mengambil beberapa pelajaran penting darinya. Sebuah hadits shahih, yang tidak ada keraguan padanya karena telah diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim rahimahullah dalam kitab Shahih-nya; tepatnya pada bab "Wajibnya Beriman kepada Risalah Nabi Kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam untuk Seluruh Manusia dan terhapusnya Agama-agama dengan Agamanya" . Dari shahabat yang mulia Penghafal Islam Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, semoga Allah meridhainya. Hadits ini adalah salah satu hadits dari hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang berbicara tentang salah satu prinsip utama dalam Islam, yaitu wajibnya beriman kepada risalah yang dibawa oleh Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bahwa risalah beliau shallallahu alaihi wa sallam terjadi secara umum. Hal ini merupakan perwujudan syahadah (persaksian) bahwa Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah benar-benar utusan Allah subhanahu wa ta'ala. Keumuman Risalah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam Pembaca yang dirahmati oleh Allah subhanahu wa ta'ala, dalam hadits yang mulia ini terdapat sebuah berita dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang mengandung peringatan dan ancaman sebagai penghuni neraka kepada mereka yang tidak mau beriman dan tunduk kepada syari'at Islam yang dibawa oleh beliau shallallahu alaihi wa sallam dalam

Adab I'tikaf

Adab-adabnya
 yang hendaknya diperhatikan dan diamalkan oleh para mu'takifin, agar itikaf yang mereka lakukan benar-benar mendapatkan nilai yang maksimal di sisi Allah subnahahu wata'ala. Seiring dengan itu kami juga akan menyebutkan hal-hal yang dibolehkan untuk mu'takif ketika i'tikaf. Tidak lupa kami juga menyebutkan pembatal-pembatal i'tikaf, yang jika seorang mu'takif melakukannya, maka i'tikafnya tidak sah, tentunya dengan harapan agar para mu'takifin bisa menghindar dan menjauh darinya. Semoga bermanfaat.Adab-adab I'tikaf 


1. Sangat disenangi untuk seorang mu'takif (orang yang i'tikaf) untuk menyibukkan dirinya dengan memperbanyak shalat sunnah, qiyamullail, membaca Al-Qur'anul Karim, dan bersemangat untuk mengkhatamkannya lebih dari satu kali. 


2. Memperbanyak dzikir kepada Allah ta'ala, istighfar, do'a, dan shalawat atas Nabi yang ini dilakukan bersamaan dengan dzikir-dzikir syar'i yang telah dituntunkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. 


3. Seorang mu'takif hendaknya menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak bermanfaat baginya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. 


4. Tidak banyak bicara (yang tidak bermanfaat), karena seorang yang benyak bicaranya, akan lebih banyak salahnya. 


5. Seorang mu'takif hendaknya menjauhi segala bentuk jidal (perdebatan) dan perselisihan. [Al-Mughni karya Ibnu Qudamah] 


6. Seorang mu'takif hendaknya mau mengulurkan tangannya guna membantu para mu'takifin yang lain.