Fariz Salman Alfarisi: 09/24/12

Laman

24/09/12

At-Tibyaan fii Aadaabi Hamalatil Quran 2

At-Tibyaan fii Aadaabi Hamalatil Quran
Karya:
Abu Zakariya Yahya Muhyiddin bin Syaraf bin Hizam An-Nawawi
(IMAM NAWAWI)

  BAB I: KEUTAMAAN MEMBACA DAN MENGKAJI AL-QUR’AN

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
Terjemahan: “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah swt dan mendirikan sembahyang dan menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengaan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan  yang tidak akan merugi. Agar Allah swt menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari anugerah-Nya. Sesungguhnya Allah swt Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS Fathiir 35:29-30)
    
Telah saya sebut dari Usman bin Affan ra, katanya: rasulullah saw bersabda:
Terjemahan: “Sebaik-baik kamu ialah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.”
(Riwayat Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Al-Bukhari dalam shaihnya)

     Diriwayatkan daripada Aisyah ra, katanya: Rasulullah saw bersabda:
Terjemahan: “Orang yang membaca Al-Qur’an sedangkan dia mahir melakukannya, kelak mendapat tempat di dalam Syurga bersama-sama dengan rasul-rasul yang mulia lagi baik. Sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an, tetapi dia tidak mahir, membacanya tertegun-tegun dan nampak agak berat lidahnya (belum lancar), dia akan mendapat dua pahala.” (Riwayat Bukhari dan Abul Husain Muslim bin Al-Hujjaj bin Muslim Al-Qusyaiy An-Nisabury dalam dua kitab Shahih mereka.
                             (Riwayat Bukhari & Muslim) 

     Diriwayatkan daripada Abu Musa Al-Asy’aru ra, katanya: rasulullah saw bersabda:

Qunut Shubuh Dalam Perspektif Sunnah




Telah menjadi perkara yang diketahui bahwasanya Indonesia merupakan negeri yang subur hingga ibarat tongkat dan kayu pun bisa menjadi tanaman, nah ini merupakan perkara yang wajib kita syukuri. Namun satu hal yang mengenaskan jika bid’ah pun berkembang dengan subur di negeri ini.
Bertolak dengan keadaan seperti ini, pada kali ini kami akan manjelaskan salah satu bid’ah yang telah berkembang di Indonesia, yakni pelaksanaan qunut shubuh secara terus menerus., bahkan sebagian masyarakat menganggap jika seorang lupa melakukan qunut shubuh maka menggantinya dengan sujud sahwi pada akhir rakaat.

Padahal kebid’ahan mereka bersumber pada hadits yang dhaif, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Nashirudin Al Albani dalam Silsilah Hadits Adh Dhaifah Wa Maudhu’ah no. 1238 halaman 384.
Anas bin Malik Radhiyallahuanhu pernah berkata :
“Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam melakukan senantiasa qunut shubuh sampai beliau menuinggal dunia.”

Syaikh Hasan Mashur Salman mengomentari hadits ini bersumber dari Abu Ja’far Ar Razi yang tercampur hafalannya, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Al Madini begitu pula Abu Jur’ah beliau menyatakan Abu Ja’far Ar Razi adalah seorang yang sering ragu (wahm) dan Ibnu Hibban berujar :”Abu Ja’far Ar Razi bersendirian dalam meriwayatkan hadits-hadits mungkar yang masyhur sehingga derajat hadits ini tidak shahih, dengan demikian hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah untuk beribadah kepada Allah Taala. (Al Qaulul Mubin fi Akhthaul Mushallin:127).

Perintah Ittiba dan Larangan Taqlid




Telah masyhur di kalangan kita bahwa sebagian besar manusia dalam menjalankan agamanya hanya mengikuti apa-apa yang di ajarkan oleh Kyai-kyainya, atau Ustadznya tanpa mengikuti dalil-dalil yang jelas dari agama ini. Mengikuti di sini yang dimaksudkan adalah mengikuti tanpa dasar ilmu. Mereka hanya manut saja apa kata Sang Kyai atau Sang Ustadz, seolah apa yang mereka katakan pasti benar. Di sini kita melihat kebenaran hanya diukur oleh ucapan-ucapan kyai/ustadz tersebut tanpa melakukan pengecekan terhadap dasar ucapan mereka. Mereka tidak mengecek apakah sumbernya dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, atau hanya bersumber dari hadits-hadits yang lemah, atau lebih fatal lagi bila bersumber dari hadits yang palsu. Inilah sesungguhnya Hakekat dari Taklid.

Ingatlah wahai saudaraku kaum muslimin ….. bahwasannya kebenaran atau al haq itu bukan berdasarkan banyaknya pengikut atau status sosial orang yang mengucapkan, karena kebenaran akan tetap merupakan kebenaran meskipun hanya sedikit yang mengikutinya. Dan yang namanya kebatilan merupakan kebatilan sekalipun seluruh manusia mengikutinya. Dan kebiasaan mengekor tanpa ilmu ini jelas-jelas merupakan suatu hal yang sangat tercela. Bahkan Alloh mengharamkan untuk mengikuti sesuatu yang kita tidak mempunyai ilmu tentangnya. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran " Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya ." (QS. Al-Israa : 36). Dan juga perkataan Imam Bukhori " Bahwa ilmu itu sebelum ucapan dan perbuatan ." Dampak yang nyata terhadap hal ini ialah semakin jauhnya para muqolid (orang-orang yang taklid) ini dari ajaran Islam yang murni, dimana amalan-amalan mereka banyak yang bersumber dari hadits yang dhoif (lemah) atau bahkan hadits palsu dan bahkan mungkin mereka beramal tanpa ada dalil, hanya mengikuti ucapan Kyai atau Ustadznya. Jika dikatakan kepada mereka bahwa amalan mereka itu menyelisihi dalil yang shohih dari Rosulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, mereka mengatakan "kami hanyalah mengikuti apa-apa yang ada pada bapak-bapak kami atau kyai / ustadz kami."

Contoh paling nyata sekarang ini, kebanyakan mereka mengaku mengikuti Madzab Syafii, Hambali, Hanafi, dan Maliki dari para imam-imam madzab. Padahal kalau kita tengok ajaran/perbuatan/amalan mereka sangat jauh dari perbuatan imam-imam madzab tersebut. Mereka begitu fanatik kepada madzab yang mereka ikuti, bahkan bila ada seseorang yang berkata yang

At-Tibyaan fii Aadaabi Hamalatil Quran 2

At-Tibyaan fii Aadaabi Hamalatil Quran
Karya:
Abu Zakariya Yahya Muhyiddin bin Syaraf bin Hizam An-Nawawi
(IMAM NAWAWI)
 BAB I:

KEUTAMAAN MEMBACA DAN MENGKAJI AL-QUR’AN

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

Terjemahan: “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah swt dan mendirikan sembahyang dan menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengaan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan  yang tidak akan merugi. Agar Allah swt menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari anugerah-Nya. Sesungguhnya Allah swt Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS Fathiir 35:29-30)
    
Telah saya sebut dari Usman bin Affan ra, katanya: rasulullah saw bersabda:

(Teks Bahasa Arab)

Terjemahan: “Sebaik-baik kamu ialah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.”
(Riwayat Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Al-Bukhari dalam shaihnya)

     Diriwayatkan daripada Aisyah ra, katanya: Rasulullah saw bersabda:
Terjemahan: “Orang yang membaca Al-Qur’an sedangkan dia mahir melakukannya, kelak mendapat tempat di dalam Syurga bersama-sama dengan rasul-rasul yang mulia lagi baik. Sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an, tetapi dia tidak mahir, membacanya tertegun-tegun dan nampak agak berat lidahnya (belum lancar), dia akan mendapat dua pahala.” (Riwayat Bukhari dan Abul Husain Muslim bin Al-Hujjaj bin Muslim Al-Qusyaiy An-Nisabury dalam dua kitab Shahih mereka.