Fariz Salman Alfarisi: 06/23/12

Laman

23/06/12

KEJUJURAN YANG TERCELA



Pada asalnya, kejujuran itu sangat terpuji dalam syari’at. Allah ta’ala telah menjelaskan bahwa kejujuran itu merupakan sifat orang yang beriman.
إِنّمَا الْمُؤْمِنُونَ الّذِينَ آمَنُواْ بِاللّهِ وَرَسُولِهِ ثُمّ لَمْ يَرْتَابُواْ وَجَاهَدُواْ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ أُوْلَـَئِكَ هُمُ الصّادِقُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu; dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar” [QS. Al-Hujuraat : 15].

Tidaklah kejujuran itu akan membawa pelakunya kecuali kepada surga. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
عليكم بالصدق فإن الصدق يهدى إلى البر وإن البر يهدى إلى الجنة وما يزال الرجل يصدق ويتحرى الصدق حتى يكتب عند الله صديقا وإياكم والكذب فإن الكذب يهدى إلى الفجور وإن الفجور يهدى إلى النار وما يزال الرجل يكذب ويتحرى الكذب حتى يكتب عند الله كذابا
“Berpegangteguhlah pada kejujuran karena kejujuran membawa kebaikan dan kebaikan itu membawa kepada surga. Dan sesungguhnya seseorang senantiasa berbuat jujur dan memilih kejujuran hingga ia dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan hati-hatilah kamu terhadap kedustaan karena kedustaan membawa kejahatan dan kejahatan itu membawa kepada neraka. Dan sesungguhnya seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan hingga dicatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta“ [HR. Bukhari no. 6094 dan Muslim no. 2607].

Akan tetapi, ada beberapa hal yang dikecualikan dimana orang yang jujur malah tidak mendapat sanjungan sebagaimana di atas. Apakah itu ? Berikut penjelasannya……

Dzikir Pagi dan Sore - أذكار الصباح والمساء

أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ للهِ، وَالْحَمْدُ للهِ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِي هَذَا الْيَوْمِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهُ، وَأَعُوذُبِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِي هَذَا الْيَوْمِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهُ، رَبِّ أَعُوذُبِكَ مِنَ الْكَسَلِ وَسُوءِ الْكِبَرِ، رَبِّ أَعُوذُبِكَ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ وَعَذَابٍ فِي الْقَبْرِ.
“Kami telah memasuki waktu pagi dan kerajaan hanya milik Allah, segala puji hanya milik Allah. Tidak ada ilah (yang berhak disembah dengan benar) kecuali Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya pujian. Dialah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Wahai Rabb, aku mohon kepada-Mu kebaikan di hari ini dan kebaikan sesudahnya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan hari ini dan kejahatan sesudahnya. Wahai Rabb, aku berlindung kepada-Mu dari kemalasan dan kejelekan hari tua. Wahai Rabb, aku berlindung kepada-Mu dari siksaan neraka dan kubur” – dibaca pada waktu pagi; adapun waktu sore membaca :
أَمْسَيْنَا وَأَمْسَى الْمُلْكُ للهِ، وَالْحَمْدُ للهِ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهَا، وَأَعُوذُبِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهَا، رَبِّ أَعُوذُبِكَ مِنَ الْكَسَلِ وَسُوءِ الْكِبَرِ، رَبِّ أَعُوذُبِكَ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ وَعَذَابٍ فِي الْقَبْرِ.
“Kami telah memasuki waktu sore dan kerajaan hanya milik Allah, segala puji hanya milik Allah. Tidak ada ilah (yang berhak disembah dengan benar) kecuali Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya pujian. Dialah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Wahai Rabb, aku mohon kepada-Mu kebaikan di malam ini dan kebaikan sesudahnya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan malam ini dan kejahatan sesudahnya. Wahai Rabb, aku berlindung kepada-Mu dari kemalasan dan kejelekan hari tua. Wahai Rabb, aku berlindung kepada-Mu dari siksaan neraka dan kubur”
[Shahih - Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya (no. 2723), Abu Dawud (no. 5071), At-Tirmidzi (no. 3390), dan Ahmad (no. 4192); dari ‘Abdullah bin Mas’ud radliyallaahu ‘anhu : “Adalah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila masuk waktu sore berkata : ……, dan apabila masuk waktu pagi beliau berkata seperti itu juga : ……”].
اللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا، وَبِكَ أَمْسَيْنَا، وَبِكَ نَحْيَا، وَبِكَ نَمُوتُ، وَإِلَيْكَ النُّشُورُ.
“Ya Allah, dengan rahmat dan pertolongan-Mu kami memasuki waktu pagi, dan dengan rahmat dan pertolongan-Mu kami memasuki waktu sore. Dengan rahmat dan kehendak-Mu kami hidup, dan dengan rahmat dan kehendak-Mu kami mati. Dan kepada-Mu kebangkitan (bagi semua makhluk)” – dibaca pada waktu pagi; adapun waktu sore membaca :

Salah Satu Ritual Ibadah yang Dibenci Imam Syaafi’iy


Al-Haafidh Abu Bakr Ahmad bin Muhammad bin Haaruun Al-Khallaal rahimahullah pernah berkata :
وَأَخْبَرَنِي زَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى النَّاقِدُ، حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ الْحَرُورِيِّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، قَالَ: سَمِعْتُ يُونُسَ بْنَ عَبْدِ الأَعْلَى، قَالَ: سَمِعْتُ الشَّافِعِيَّ، قَالَ: " تَرَكْتُ بِالْعِرَاقِ شَيْئًا يُسَمُّونَهُ التَّغْبِيرَ، وَضَعَتْهُ الزَّنَادِقَةُ يَشْغِلُونَ بِهِ عَنِ الْقُرْآنِ "
Dan telah mengkhabarkan kepadaku Zakariyyaa bin Yahyaa An-Naaqid : Telah menceritakan kepada kami Al-Husain bin Al-Haruuriy : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ya’quub, ia berkata : Aku mendengar Yuunus bin ‘Abdil-A’laa, ia berkata : Aku mendengar Asy-Syaafi’iy berkata : “Aku meninggalkan ‘Iraaq karena munculnya sesuatu di sana yang mereka namakan dengan At-Taghbiir yang telah dibuat oleh kaum Zanadiqah. Mereka memalingkan manusia dengannya dari Al-Qur’an” [Al-Amru bil-Ma’ruuf wan-Nahyu ‘anil-Munkar, hal. 99, tahqiq : Masyhur Hasan Salmaan & Hisyaam bin Ismaa’iil, Al-Maktab Al-Islaamiy, Cet. 1/1410 H].
Diriwayatkan juga oleh Al-Khallaal dari jalan lain dalam Amru bil-Ma’ruuf hal. 99 dan Ibnu Abi Haatim dalam Aaadaabusy-Syaafi’iy hal. 235-236 (tahqiq : ‘Abdul-Ghaaniy bin ‘Abdil-Khaaliq, Daarul-Kutub, Cet. 1/1424 H).
Atsar ini shahih.
Para ulama telah menjelaskan makna At-Taghbiir di sini dengan : ”Bait-bait syair yang mengajak bersikap zuhud terhadap dunia, dilantunkan oleh seorang penyanyi. Sebagian yang hadir kemudian memukulkan potongan ranting di atas hamparan tikar atau bantal, disesuaikan dengan jenis lagunya”.

Kepalsuan Riwayat Bertaubatnya Nabi Adam ‘alaihis-salaam


Pada kesempatan ini akan coba saya tuliskan studi singkat tentang satu hadits yang banyak menyebar di kalangan masyarakat tentang tawassulnya Nabi Adam ‘alaihis-salaam kepada Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Hadits ini banyak ditulis di buku buku dan disebarkan di mimbar-mimbar dengan menegaskan keshahihannya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Padahal riwayat ini adalah sangat lemah, bahkan palsu (maudlu’). Untuk mempersingkat, berikut riwayat yang dimaksudkan :

عن عمر بن الخطاب رضى الله تعالى عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لما اقترف آدم الخطيئة قال يا رب أسألك بحق محمد لما غفرت لي فقال الله يا آدم وكيف عرفت محمدا ولم أخلقه قال يا رب لأنك لما خلقتني بيدك ونفخت في من روحك رفعت رأسي فرأيت على قوائم العرش مكتوبا لا إله إلا الله محمد رسول الله فعلمت أنك لم تضف إلى اسمك إلا أحب الخلق إليك فقال الله صدقت يا آدم إنه لأحب الخلق إلي ادعني بحقه فقد غفرت لك ولولا محمد ما خلقتك

Dari ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ta’ala ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Ketika Adam melakukan kesalahan, ia berkata : ‘Ya Rabbku, aku meminta kepada-Mu dengan hak Muhammad terhadap apa yang Engkau ampunkan kepadaku’. Lalu Allah berfirman : ‘Wahai Adam, bagaimana engkau mengetahui Muhammad, padahal aku belum menciptakannya ?’. Adam berkata : ‘Ya Rabbku, ketika Engkau menciptakan aku dengan tangan-Mu, dan Engkau tiupkan kepadaku ruh ciptaan-Mu, aku angkat kepalaku. Kemudian aku lihat di atas tiang-tiang ‘Arsy tertulis : Laa ilaha illallaah Muhammadun Rasuulullah. Maka aku tahu bahwa Engkau tidak menghimpun nama-Mu melainkan dengan makhluk yang paling Engkau cintai’. Kemudian Allah berfirman : ‘Telah Aku beri ampunan untukmu. Dan seandainya bukan karena Muhammad, tentu Aku tidak akan menciptakanmu”.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Al-Haakim (2/615), Al-Baihaqiy dalam Dalaailun-Nubuwwah (5/488-489), serta Ath-Thabaraniy dalam Ash-Shaghiir (2/182) dan Al-Ausath (Majma’ul-Bahrain 6/151); dari jalan-jalannya, dari ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dari kakeknya, dari ‘Umar bin Al-Khaththaab secara marfu’.
Berkata Al-Haakim : “Shahih sanadnya (shahiihul-isnaad), dan ia merupakan hadits pertama yang aku sebutkan untuk ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dalam kitab ini”.