Telah menjadi ketetapan Allah Subhanahu wata'ala Yang
Mahahakim bahwa pada kehidupan ini ada dua hal yang saling bertolak belakang.
Ada yang baik dan ada yang buruk, ada yang beriman dan ada yang kafir, ada yang
bermanfaat dan ada yang bermudarat, dan seterusnya. Semua ini demi semakin
sempurnanya ujian yang Allah Subhanahu wata'ala tetapkan bagi hamba-hamba-Nya dalam kehidupan di
dunia ini.
Perhatikanlah, bagaimana Allah Subhanahu wata'ala pada ayat di atas membedakan antara yang khabits atau buruk dan yang thayyib atau baik. Hal ini karena yang khabits adalah sesuatu yang tidak bermanfaat, bahkan merusak. Adapun yang baik adalah sesuatu yang bermanfaat. Tentu berbeda antara keduanya meskipun yang khabits jumlahnya lebih banyak dari yang baik. Begitu pula sesuatu yang khabits tidak bisa bersembunyi selamanya pada sesuatu yang baik. Kalaupun terjadi, suatu saat nanti pasti akan tampak dan terbongkar mana yang baik dan mana yang buruk.
Lafadz khabits dalam konteks di atas meliputi banyak hal, baik berupa keburukan yang berkaitan dengan keadaan seseorang, keburukan yang berkaitan dengan perbuatan atau ucapan, keburukan yang berkaitan dengan harta, maupun keburukan yang berkaitan dengan makanan dan minuman. Artinya, tidak sama antara yang baik dan yang buruk dalam setiap hal tersebut. Dengan demikian, tidak sama antara keadaan orang yang baik dan orang yang buruk, sebagaimana dalam firman Allah l,
“Apakah sama antara orang-orang yang beriman dengan orang-orang yang fasik? Tidaklah mereka itu sama.” (as-Sajdah: 18)
Allah Subhanahu wata'ala juga menyebutkan dalam firman-Nya,
“Patutkah Kami menjadikan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menjadikan orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?” (Shad: 28)
Dalam ayat lainnya, Allah Subhanahu wata'ala memberitakan bahwasanya tidak sama antara perkataan yang baik dan yang jelek, hanya perkataan dan perbuatan yang baik yang akan diterima oleh-Nya. Allah Subhanahu wata'ala berfirman,
“Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya.” (Fathir:10)
Adapun dalam hadits, Nabi kita Muhammad n menjelaskan bahwasanya tidak sama antara harta yang baik dan harta yang buruk, sebagaimana dalam sabdanya,
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ
“Tidak akan diterima shalat (yang dilakukan tanpa bersuci) dan sedekah dari harta (haram) yang diambil dari ghanimah atau baitulmal tanpa haq.” (HR. Muslim)
Termasuk urusan yang dibedakan oleh Allah adalah yang berkaitan dengan makanan. Oleh karena itu, tidak sama antara makanan yang halal dan makanan yang haram. Makanan yang halal akan berpengaruh baik terhadap hati, badan, dan akhlak seseorang, sedangkan makanan yang haram akan berpengaruh jelek terhadap hati, badan, dan akhlak pula. Nabi n bersabda,
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ:{ﮡ ﮢ ﮣ ﮤ ﮥ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ ﮫ ﮬ } وَقَالَ:{ ﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄ } ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
Sesungguhnya Allah Subhanahu wata'ala itu Thayyib, tidak menerima selain sesuatu yang baik dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman dengan apa yang Dia Subhanahu wata'ala perintahkan kepada para rasul. Allah Subhanahu wata'ala berfirman (yang artinya), “Wahai para rasul, makanlah kalian dari yang baik-baik dan kerjakanlah amal saleh, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui atas apa yang kalian lakukan itu.” Dan Allah juga berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah kalian dari yang baik-baik yang Kami rezekikan kepada kalian.” Kemudian beliau menyebutkan seseorang yang melakukan safar dalam jarak yang jauh, rambutnya kusut, penuh dengan debu, mengangkat tangannya ke langit (berdoa seraya mengucapkan), “Wahai Rabbku, wahai Rabbku,” sementara itu, makanannya haram, minumannya haram, dan pakaiannya haram, serta diberi makan dari yang haram, lantas bagaimana mungkin akan dikabulkan doanya (karena keadaannya demikian)? (HR. Muslim)
Hadits tersebut mengandung makna bahwa Allah Subhanahu wata'ala adalah sesembahan yang suci dari segala kekurangan atau kelemahan, serta menunjukkan bahwa Allah tidak akan menerima selain yang baik, baik yang berkaitan dengan amalan, yaitu yang ikhlas dan bersih dari hal-hal yang merusaknya, seperti riya’ dan jenis-jenis syirik yang semisalnya; maupun yang berkaitan dengan sedekah, yaitu Allah l tidak akan menerima sedekah selain dari harta yang halal. Allah Subhanahu wata'ala juga tidak menerima perkataan selain ucapan yang baik dan tidak menerima dari seseorang selain yang baik keadaannya, yaitu yang bertauhid kepada-Nya.
Hadits di atas juga menunjukkan bahwa makanan yang dikonsumsi oleh seseorang akan memengaruhi diterima atau tidaknya amalan dan doa yang dipanjatkannya.
Oleh karena itu, hal ini tentu menjadi peringatan bagi kaum muslimin agar tidak bermudah-mudahan sehingga terjatuh kepada yang haram dalam hal mencari nafkah, seperti riba, suap-menyuap, judi, dusta, korupsi, dan yang semisalnya, serta menjadi peringatan agar tidak mengonsumsi sesuatu yang haram, seperti minuman yang memabukkan, narkoba, rokok, dan yang semisalnya. Sebab, hal itu akan menjadi penghalang dikabulkannya doa dan diterimanya ibadah yang dilakukannya.
“Dan orang-orang yang beriman,
lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) mencintai sebagian yang lain,
mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, serta mereka taat pada Allah dan
Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah
Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (at-Taubah: 71)
Di samping membedakan antara yang baik dan yang buruk di dunia, Allah juga membedakan keduanya di akhirat. Allah membedakan kesudahan orang-orang yang baik dan yang buruk agama dan akhlaknya dalam firman-Nya,
“Dan pada hari terjadinya kiamat, di hari itu mereka (manusia) bergolong-golongan. Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka mereka di dalam taman (surga) bergembira. Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami (al-Qur’an) serta (mendustakan) menemui hari akhirat, maka mereka terus berada di dalam siksaan (neraka).” (ar-Rum: 14—16)
Dengan demikian, berbedalah tempat kesudahan orang-orang yang baik dan yang buruk agama dan akhlaknya. Jannah adalah tempat kesudahan bagi orang-orang yang beriman. Allah Subhanahu wata'ala berfirman,
(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka), “Salamun ’alaikum, masuklah kalian ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan.” (an-Nahl: 32)
Adapun an-Naar adalah tempat bagi orang-orang yang berbuat kejelekan, sebagaimana dalam firman-Nya,
“Supaya Allah memisahkan (golongan) yang buruk dari yang baik dan menjadikan (golongan) yang buruk itu sebagiannya di atas sebagian yang lain, lalu kesemuanya ditumpukkan-Nya, dan dimasukkan-Nya ke dalam neraka Jahannam. Mereka itulah orang-orang yang merugi.” (al-Anfal: 37)
Marilah kita semua senantiasa bersama dengan orang-orang yang baik dan selalu menjaga lisan untuk mengucapkan kata-kata yang baik. Begitu pula, marilah kita tidak mengonsumsi makanan atau minuman selain yang baik serta tidak bersedekah selain dengan harta yang baik. Dengan demikian, mudah-mudahan kita akan memasuki tempat kesudahan orang-orang yang baik, yaitu al-jannah atau surga Allah Subhanahu wata'ala Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar