Fariz Salman Alfarisi: Penghalang-Penghalang Hidayah

Laman

24/11/12

Penghalang-Penghalang Hidayah

Hidayah merupakan nikmat yang paling berharga dalam kehidupan ini. Setiap muslim sejati pasti mendambakan hidayah. Dengan hidayah itu, ia akan berbahagia dalam kehidupan dunia yang sedang dijalaninya dan dalam kehidupan akhirat yang kelak akan dihadapinya. Sehingga seorang muslim harus senantiasa meminta hidayah kepada Allah, di samping itu ia pun sudah semestinya mengenal perkara-perkara yang akan menghalangi hidayah itu sampai kepadanya. Berikut ini adalah beberapa perkara penghalang hidayah.
1. Lemahnya Ilmu
Ilmu adalah cahaya, ia akan menjadikan yang haq nampak haq dan yang batil nampak batil. Orang yang bodoh seperti orang yang memandang dalam kegelapan; tidak terlihat olehnya kebenaran, dan keburukan pun kabur tiada ketahuan. Bahkan bisa terjadi yang berkebalikan; hidayah dianggap sebagai kesesatan (dan sebaliknya), sunnah dianggap bid’ah (dan sebaliknya), dan kawan dianggap lawan (dan sebaliknya). Sampai-sampai karena kebodohannya, seseorang bisa fanatik terhadap kesesatan.
2. Ilmu yang Tidak Diamalkan
Ilmu yang tak diamalkan adalah seperti pohon tanpa buah. Tiada yang dapat dipetik sang pemilik kecuali kelelahan dalam menanam dan merawatnya. Tidak sedikit manusia yang memiliki pengetahuan yang sempurna, akan tetapi dia meninggalkannya begitu saja. Ilmu tanpa diamalkan, tak kan pernah merasuk ke dalam hati, tak kan pula mampu menerangi jiwa. Bahkan hanya akan mempercepat kematian hati. Sedangkan hati yang mati ibarat batu, seberapa pun air (nasihat) yang disiramkan niscaya tertolak dan tak bermanfaat.
3. Hasad dan Sombong
Sikap dengki muncul karena ketidaksukaan melihat orang lain menerima karunia, sedangkan kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain. Kedengkian dan kesombongan adalah rintangan yang menutup pintu bagi datangnya penerimaan terhadap kebenaran. Meski dia tahu bahwa kebenaran itu
telah terang tanpa kesamaran. Itulah sikap Iblis, Yahudi, Nasrani, kafir Quraisy, dan siapa saja yang mengekornya.
4. Takut Kehilangan Jabatan
Seperti Heraklius di akhir pembicaraannya dengan Abu Sufyan, dia mengatakan, “Jika apa yang engkau katakan itu benar, niscaya dia akan menguasai tanah yang aku injak ini, dan kalau saja aku bisa selamat untuk menemuinya niscaya dengan susah payah aku akan menjumpainya, kalau saja aku berada di sisinya, niscaya akan aku basuh kedua telapak kakinya.” Namun ia tetap bertahan dengan kekafirannya lantaran takut kehilangan jabatan. Demikian pula yang terjadi dengan Fir’aun, Haman, dan Qarun di zaman Nabi Musa.
5. Cinta Syahwat dan Harta Benda
Dunia dengan segala perhiasan yang mengisinya, sering menjadikan seseorang buta dan tumpul pikirannya. Tidak jarang kebenaran yang datang ditolaknya karena lebih mementingkan kecintaannya terhadap syahwat dan harta benda. Kala itu, timbangan kesadarannya timpang, hingga pilihannya pun njomlang ke arah yang bertolak belakang dengan kebenaran. Hidayah ditolak lantaran nafsunya terhadap dunia.
6. Lebih Mencintai Keluarga dan Kerabat
Mereka berpendapat bahwa jika dia mengikuti kebenaran sedangkan keluarganya menentangnya maka dia akan dijauhi dan diasingkan oleh mereka. Inilah yang menyebabkan kebanyakan orang kafir tetap dalam kekafirannya karena ingin tetap bersama kaum, keluarga dan familinya. Padahal Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
Lebih Mencintai Tanah Air dan Bangsa
Seperti mereka yang tidak mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berhijrah karena lebih memilih tanah airnya daripada mengikuti kebenaran. Mereka adalah orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri. Tidak seperti Salman radhiyallahu ‘anhu menjadi teladan dalam menapaki jalan untuk mencari kebenaran. Betapa beliau sanggup meninggalkan keluarga, famili dan bahkan tanah airnya, lalu berhijrah menuju Madinah untuk menyongsong hidayah. Hingga beliau dijuluki “Pemburu kebenaran”.
7. Takut Meninggalkan Adat Nenek Moyangnya
Inilah yang menghalangi Abu Thalib dan yang semisalnya dari masuk Islam. Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul.” Mereka menjawab: “Cukuplah untuk kami apa yang kamu dapati bapak-bapak kami mengerjakannya.” Orang yang demikian akan selalu mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk.
8. Persaingan Memburu Dunia
Kadang seseorang tidak mau mengikuti Islam karena telah dianut oleh orang yang mereka musuhi atau tidak mereka cocoki. Ketika seseorang memiliki pesaing atau bahkan musuh dan ia ingin selalu menyelisihi musuhnya. Ketika melihat saingannya telah mengikuti kebenaran, kebenciannya terhadap musuhnya menyebabkan dirinya memusuhi kebenaran dan penganutnya, sekalipun terhadap mereka yang tidak ada permusuhan dengannya.
10. Teman yang Buruk, Lingkungan dan Kebiasaan yang Tidak Baik
Seseorang itu tergantung dengan agama temannya, sahabatnya. Bersahabat dengan orang yang sesat membuat orang menampik hidayah. Hal ini merupakan penyebab yang paling umum terjadi atas umat dan merupakan biangnya penyimpangan. Bukan hanya menimpa sebagian besar bahkan nyaris seluruh orang yang menyimpang. Agama “kebiasaan” adalah agama kebanyakan manusia.
12. Menolak hidayah karena pengikutnya sedikit, sedangkan pengikut kebatilan banyak jumlahnya dari segi harta, anak, maupun jumlah massa.
12. Menolak hidayah karena pengikutnya adalah orang-orang lemah dan jelata, sedangkan pengikut kebatilan adalah orang-orang terpandang, kuat, dan ningrat.
Wallahul muwaffiq.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar