Fariz Salman Alfarisi: Larangan Meminta Kematian

Laman

01/07/12

Larangan Meminta Kematian


Tidak seyogianya seseorang meminta kematian tanpa ada sebab yang dibenarkan. Di antara sebab yang dibenarkan adalah ketika seorang yakin jika agamanya akan terfitnah dan adanya indikasi yang kuat bahwa cobaan yang dihadapinya akan menjadikannya menyimpang dari agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam kondisi seperti ini, perut bumi lebih baik daripada atasnya. Namun orang yang tidak memiliki alasan yang dibenarkan, seperti seseorang yang ditimpa penyakit dan sudah berobat tapi tidak kunjung sembuh atau dililit hutang dan semisalnya, meminta mati dalam keadaan yang seperti ini dilarang. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Janganlah salah seorang dari kalian menginginkan kematian karena penderitaan yang menimpanya. Jika mau tidak mau harus berbuat hendaklah ia mengucapkan: ‘Wahai Allah, hidupkanlah aku jika memang hidup lebih baik bagiku. Dan wafatkanlah aku jika kematian lebih baik bagiku’.” (HR. Al-Bukhari no. 5671)
Seorang mukmin selalu meminta yang terbaik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena seseorang tidak tahu apakah setelah kematian kondisinya lebih baik atau bahkan sebaliknya. Dengan kematian, seseorang sudah terputus dari beramal dan tidak ada lagi kesempatan untuk bertaubat dan menyesali kesalahan.
Adalah Habib bin ‘Isa Al-Farisi rahimahullah gusar ketika kematian hendak menjemputnya. Ia mengatakan: “Sungguh aku akan pergi dengan perjalanan yang belum pernah sejauh itu. Aku akan menelusuri jalan yang belum pernah sama sekali aku menelusurinya. Aku akan berkunjung menemui kekasihku (Allah Subhanahu wa Ta’ala) yang belum pernah aku sama sekali aku melihat-Nya. Dan aku akan melihat kedahsyatan yang belum pernah aku saksikan yang seperti itu.” (Syarah hadits Allahumma bi’ilmika al-ghaib- Ibnu Rajab rahimahullah hal. 32 dan lihat kisahnya pada Hilyatul Aulia’, 6/149-155)

Bolehkah Memohon Dipanjangkan Umur?
Panjangnya umur bukan jaminan seorang selamat dari adzab. Lihatlah bagaimana orang Yahudi sangat berambisi untuk diberi umur panjang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa.” (Al-Baqarah: 96)
Adapun seorang mukmin tidaklah bertambah umur kecuali bertambah kebaikan. Oleh karena itu, boleh bagi seseorang untuk mendoakan panjangnya umur. Hal ini pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika mendoakan sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:
“Wahai Allah perbanyaklah hartanya, anaknya dan panjangkanlah hidupnya (umurnya) serta ampuni baginya.” (Shahih Al-Adab Al-Mufrad, 2/311)
Namun seyogianya doa meminta panjang umur dibarengi dengan permohonan kebaikan dengan panjangnya umur itu. Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah berkata: “Tidak sepantasnya seseorang mengucapkan (selamat) panjang umur, karena panjangnya umur terkadang baik dan terkadang jelek. Orang yang jelek adalah yang panjang umurnya namun jelek amalannya. Berdasarkan hal tadi maka tidak mengapa kalau mendoakan: ‘Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala panjangkan hidupmu di atas ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala’, dan yang semisalnya.” (Al-Manahi Al-Lafzhiyyah, hal. 89)
Wallahu a’lam bish-shawab.
[Faidah ini diambil dari artikel "Umur, Anugerah yang Banyak Diabaikan" oleh Al-Ustadz Abu Muhammad Abdulmu'thi, Lc. dalam majalah Asy Syariah no. 36/III/1428 H/2007, hal.50-51]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar