Imam Abu Hanifah
mengatakan dalam Fiqhul Akbar,
من انكر ان الله
تعالى في السماء فقد كفر
“Barangsiapa yang
mengingkari keberadaan Allah di atas langit, maka ia kafir.”[2]
Dari Abu Muthi’ Al
Hakam bin Abdillah Al Balkhiy -pemilik kitab Al Fiqhul Akbar-[3], beliau berkata,
سألت أبا حنيفة عمن
يقول لا أعرف ربي في السماء أو في الأرض فقال قد كفر لأن الله تعالى يقول الرحمن
على العرش استوى وعرشه فوق سمواته فقلت إنه يقول أقول على العرش استوى ولكن
قال لا يدري العرش في السماء أو في الأرض قال إذا أنكر أنه
في السماء فقد كفر رواها
صاحب الفاروق بإسناد عن أبي بكر بن نصير بن يحيى عن الحكم
Aku bertanya pada
Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang menyatakan, “Aku tidak mengetahui
di manakah Rabbku, di langit ataukah di bumi?” Imam Abu Hanifah lantas mengatakan,
“Orang tersebut telah kafir karena Allah Ta’ala sendiri berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى
الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah menetap
tinggi di atas ‘Arsy”.[4] Dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.” Orang tersebut
mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan
tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi.
Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas
langit, maka dia kafir.”[5]
Imam Malik bin Anas[6],
Imam Darul Hijroh Meyakini Allah di Atas Langit
Dari Abdullah bin Ahmad
bin Hambal ketika membantah paham Jahmiyah, ia mengatakan bahwa Imam Ahmad
mengatakan dari Syraih bin An Nu’man, dari Abdullah bin Nafi’, ia berkata bahwa
Imam Malik bin Anas mengatakan,
الله في السماء
وعلمه في كل مكان لا يخلو منه شيء
“Allah berada di
atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah
lepas dari ilmu-Nya.”[7]
Diriwayatkan dari Yahya
bin Yahya At Taimi, Ja’far bin ‘Abdillah, dan sekelompok ulama lainnya, mereka
berkata,
جاء رجل إلى مالك فقال يا
أبا عبد الله الرحمن على العرش استوى كيف استوى قال فما رأيت مالكا وجد من شيء
كموجدته من مقالته وعلاه الرحضاء يعني العرق وأطرق القوم فسري عن مالك وقال الكيف
غير معقول والإستواء منه غير مجهول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة وإني أخاف
أن تكون ضالا وأمر به فأخرج
“Suatu saat ada yang
mendatangi Imam Malik, ia berkata: “Wahai Abu ‘Abdillah (Imam Malik), Allah
Ta’ala berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى
الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah menetap
tinggi di atas ‘Arsy”[8]. Lalu bagaimana Allah beristiwa’ (menetap tinggi)?”
Dikatakan, “Aku tidak pernah melihat Imam Malik melakukan sesuatu (artinya beliau
marah) sebagaimana yang ditemui pada orang tersebut. Urat beliau pun naik dan
orang tersebut pun terdiam.” Kecemasan beliau pun pudar, lalu beliau berkata,
الكَيْفُ غَيْرُ
مَعْقُوْلٍ وَالإِسْتِوَاءُ مِنْهُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ
وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ وَإِنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ ضَالاًّ
“Hakekat dari
istiwa’ tidak mungkin digambarkan, namun istiwa’ Allah diketahui maknanya.
Beriman terhadap sifat istiwa’ adalah suatu kewajiban. Bertanya mengenai
(hakekat) istiwa’ adalah bid’ah. Aku khawatir engkau termasuk orang sesat.”
Kemudian orang tersebut diperintah untuk keluar.[9]
Inilah perkataan
yang shahih dari Imam Malik. Perkataan beliau sama dengan robi’ah yang pernah
kami sebutkan. Itulah keyakinan Ahlus Sunnah.
Imam Asy Syafi’i[10]
-yang menjadi rujukan mayoritas kaum muslimin di Indonesia dalam masalah fiqih-
meyakini Allah berada di atas langit
Syaikhul Islam berkata
bahwa telah mengabarkan kepada kami Abu Ya’la Al Kholil bin Abdullah Al Hafizh,
beliau berkata bahwa telah memberitahukan kepada kami Abul Qosim bin ‘Alqomah
Al Abhariy, beliau berkata bahwa Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Roziyah telah
memberitahukan pada kami, dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu Abdillah
Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (yang terkenal dengan Imam Syafi’i), beliau
berkata,
القول في السنة التي أنا
عليها ورأيت اصحابنا عليها اصحاب الحديث الذين رأيتهم فأخذت عنهم مثل سفيان ومالك
وغيرهما الإقرار بشهادة ان لااله الا الله وان محمدا رسول الله وذكر شيئا ثم قال
وان الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وان الله
تعالى ينزل الى السماء
الدنيا كيف شاء وذكر سائر الاعتقاد
“Perkataan dalam As
Sunnah yang aku dan pengikutku serta pakar hadits meyakininya, juga hal ini
diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya : “Kami mengakui bahwa tidak ada
sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun mengakui
bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan,
“Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya,
namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia
kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.”
Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan (i’tiqod)
lainnya.[11]
Imam Ahmad bin
Hambal[12] Meyakini Allah bukan Di Mana-mana, namun di atas ‘Arsy-Nya
Adz Dzahabiy rahimahullah mengatakan, “Pembahasan dari Imam Ahmad mengenai
ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya amatlah banyak. Karena beliaulah
pembela sunnah, sabar menghadapi cobaan, semoga beliau disaksikan sebagai ahli
surga. Imam Ahmad mengatakan kafirnya orang yang mengatakan Al Qur’an itu
makhluk, sebagaimana telah mutawatir dari beliau mengenai hal ini. Beliau pun
menetapkan adanya sifat ru’yah (Allah itu akan dilihat di akhirat kelak) dan
sifat Al ‘Uluw (ketinggian di atas seluruh makhluk-Nya).”[13]
Imam Ahmad bin Hambal
pernah ditanya,
ما معنى قوله وهو معكم أينما كنتم و ما يكون
من نجوى ثلاثه الا هو رابعهم قال علمه عالم الغيب والشهاده علمه محيط بكل شيء شاهد علام الغيوب يعلم الغيب
ربنا على العرش بلا حد ولا صفه وسع كرسيه السموات والأرض
“Apa makna firman Allah,
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ
مَا كُنْتُمْ
“Dan Allah bersama kamu
di mana saja kamu berada.”[14]
مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى
ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ
“Tiada pembicaraan
rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.”[15]
Yang dimaksud dengan kebersamaan tersebut adalah ilmu Allah. Allah
mengetahui yang ghoib dan yang nampak. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu yang
nampak dan yang tersembunyi. Namun Rabb kita tetap menetap tinggi di atas
‘Arsy, tanpa dibatasi dengan ruang, tanpa dibatasi dengan bentuk. Kursi-Nya
meliputi langit dan bumi. Kursi-Nya pun meliputi langit dan bumi.”
Diriwayatkan dari Yusuf
bin Musa Al Ghadadiy, beliau berkata,
قيل لأبي عبد الله احمد
بن حنبل الله عز و جل فوق السمآء السابعة على عرشه بائن من خلقه وقدرته وعلمه بكل
مكان قال نعم على العرش و لايخلو منه مكان
Imam Ahmad bin
Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada di atas langit
ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan
ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” Imam Ahmad pun menjawab, “Betul
sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, setiap tempat tidaklah lepas dari
ilmu-Nya.”[16]
Abu Bakr Al Atsrom
mengatakan bahwa Muhammad bin Ibrahim Al Qoisi mengabarkan padanya, ia berkata
bahwa Imam Ahmad bin Hambal menceritakan dari Ibnul Mubarok ketika ada yang bertanya
padanya,
كيف نعرف ربنا
“Bagaimana kami
bisa mengetahui Rabb kami?” Ibnul Mubarok menjawab,
في السماء السابعة
على عرشه
“Allah di atas
langit yang tujuh, di atas ‘Arsy-Nya.” Imam Ahmad lantas mengatakan,
هكذا هو عندنا
“Begitu juga
keyakinan kami.”[17]
Tidak Perlu Disangsikan
Lagi
Itulah perkataan empat
Imam Madzhab yang jelas-jelas perkataan mereka meyakini bahwa Allah berada di
atas langit, di atas seluruh makhluk-Nya. Bahkan sebenarnya ini adalah ijma’
yaitu kesepakatan atau konsensus seluruh ulama Ahlus Sunnah. Lantas mengapa
aqidah ini perlu diragukan oleh orang yang jauh dari kebenaran??
Sumber:
https://www.facebook.com/note.php?note_id=224239904252816
Tidak ada komentar:
Posting Komentar