SHALAWAT – SHALAWAT BID’AH (1)
1. Shalawat Nariyah
Shalawat jenis ini banyak tersebar dan diamalkan di kalangan kaum muslimin. Dengan suatu keyakinan, siapa yang membacanya 4444 kali, hajatnya akan terpenuhi atau akan dihilangkan kesulitan yang dialaminya. Berikut nash shalawatnya:
اللهُمَّ صَلِّ صَلاَةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلاَمًا تآمًا عَلَى سَيِّدِنَا مًحَمَّدٍ الَّذِي تُنْحَلُ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ وَ تُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِيْمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ عَدَدَ كَلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ
“Ya Allah , berikanlah shalawat dan salam yang sempurna kepada Baginda kami Nabi Muhammad, yang DENGANNYA TERLEPAS SEMUA IKATAN KESUSAHAN DAN DIBEBASKAN SEMUA KESULITAN. Dan DENGANNYA PULA TERPENUHI SEMUA KEBUTUHAN, DIRAIH SEGALA KEINGINAN DAN KEMATIAN YANG BAIK, dan DENGAN WAJAHNYA YANG MULIA TERCURAHKAN SIRAMAN KEBAHAGIAAN KEPADA ORANG YANG BERSEDIH. Semoga shalawat ini pun tercurahkan kepada keluarganya dan para sahabatnya sejumlah seluruh ilmu yang Engkau miliki.”
Para pembaca, bila kita merujuk kepada Al Qur’an dan As Sunnah, maka kandungan shalawat tersebut sangat bertentangan dengan keduanya. Bukankah hanya Allah semata yang mempunyai kemampuan untuk melepaskan semua ikatan kesusahan dan kesulitan, yang mampu memenuhi segala kebutuhan dan memberikan siraman kebahagiaan kepada orang yang bersedih?!
Allah Ta’ala berfirman :
قُلْ لاَ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلاَ ضَرًّا إِلاَّ مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Katakanlah (wahai Muhammad): AKU TIDAK KUASA MENARIK KEMANFAATAN BAGI DIRIKU DAN TIDAK PULA MAMPU MENOLAK KEMUDHARATAN KECUALI YANG DIKEHENDAKI ALLAH. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentunya aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan tertimpa kemudharatan. AKU TIDAK LAIN HANYALAH PEMBERI PERINGATAN DAN PEMBAWA KHABAR GEMBIRA bagi orang-orang yang beriman.” (Al A’raf: 188)
Dan juga firman-Nya :
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِهِ فَلاَ يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَلاَ تَحْوِيلاً
“Katakanlah (wahai Muhammad): Panggillah mereka yang kalian anggap (sebagai tuhan) selain Allah. MAKA MEREKA TIDAK AKAN MEMPUNYAI KEKUASAAN UNTUK MENGHILANGKAN BAHAYA DARIMU DAN TIDAK PULA MEMINDAHKANNYA.” (Al-Isra: 56)
Para ahli tafsir menjelaskan, ayat ini turun berkenaan dengan kaum yang berdo’a kepada Al Masih, atau malaikat, atau sosok orang shalih dari kalangan jin. (Tafsir Ibnu Katsir 3/47-48)
Seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam , lalu mengatakan: مَا شَاءَ اللهَُ وَ شِئْتَ
“Berdasarkan kehendak Allah dan kehendakmu”. Maka beliau bersabda:
أَجَعَلْتَنِيْ لِلَّهِ نِدًّا ؟!
“Apakah engkau hendak menjadikanku sebagai tandingan bagi Allah?
UCAPKANLAH: مَا شَاءَ اللهَُ وَحْدَهُ
“Berdasarkan KEHENDAK ALLAH SEMATA”.
(HR. An-Nasa’i dengan sanad yang hasan) (Lihat Minhaj Al-Firqatin Najiyah hal. 227-228, Muhammad Jamil Zainu)
Maka dari itu, jelaslah dari beberapa dalil diatas bahwasanya SHALAWAT NARIYAH TERKANDUNG PADANYA UNSUR PENGKULTUSAN YANG BERLEBIHAN TERHADAP DIRI NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM HINGGA MENYEJAJARKANNYA DENGAN ALLAH TA’ALA. Tentunya yang demikian INI MERUPAKAN SALAH SATU BENTUK KESYIRIKAN yang dimurkai oleh Allah dan Nabi-Nya.
SHALAWAT – SHALAWAT BID’AH (2)
2. SHALAWAT AL-FATIH (PEMBUKA)
Lafadznya adalah sebagai berikut:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْفَاتِحِ لِمَا أَغْلَقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ, نَاصِرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ الْهَادِي إِلَى صِرَاطِكَ الْمَسْتَقِيْمِ وَعَلىَ آلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارُهُ عَظِيْمٌ
“Ya Allah berikanlah shalawat kepada Baginda kami Muhammad YANG MEMBUKA APA YANG TERTUTUP DAN YANG MENUTUPI APA-APA YANG TERDAHULU, penolong kebenaran dengan kebenaran yang memberi petunjuk ke arah jalan yang lurus. Dan kepada keluarganya, sebenar-benar pengagungan padanya dan kedudukan yang agung.”
Berkata At-Tijani tentang shalawat ini –DAN DIA PENDUSTA DENGAN PERKATAANNYA-:
“….Kemudian (Nabi shallallahu alaihi wasallam) memerintah aku untuk kembali kepada shalawat Al-Fatih ini. Maka ketika beliau memerintahkan aku dengan hal tersebut, akupun bertanya kepadanya tentang keutamaannya. Maka beliau mengabariku pertama kalinya bahwa SATU KALI MEMBACANYA MENYAMAI MEMBACA AL QUR’AN ENAM KALI. Kemudian beliau mengabarkan kepadaku untuk kedua kalinya bahwa SATU KALI MEMBACANYA MENYAMAI SETIAP TASBIH YANG TERDAPAT DI ALAM INI dari setiap dzikir, dari setiap do’a yang kecil maupun besar, DAN DARI AL QUR’AN 6.000 KALI, karena ini termasuk dzikir.”
Dan ini merupakan kekafiran yang nyata karena mengganggap perkataan manusia lebih afdhal daripada firman Allah Azza Wajalla. SUNGGUH MERUPAKAN SUATU KEBODOHAN APABILA SEORANG YANG BERAKAL APALAGI DIA SEORANG MUSLIM BERKEYAKINAN SEPERTI PERKATAAN AHLI BID’AH YANG SANGAT BODOH INI. (Minhaj Al-Firqah An-Najiyah 225 dan Mahabbatur Rasul 285, Abdur Rauf Muhammad Utsman)
Bukankah Allah telah menegaskan dalam firman-Nya :
وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ قِيلاً
“Dan SIAPAKAH YANG PERKATANNYA LEBIH BENAR DARI PADA ALLAH? (An Nisaa’:122)
وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan sungguh TELAH SEMPURNA KALIMAT TUHANMU(AL QUR’AN),SEBAGAI KALIMAT YANG BENAR DAN ADIL.”(Al An’am:115)
Demikian pula Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam telah menegaskan dalam sabdanya (artinya):
“Sesungguhnya SEBAIK-BAIK PERKATAAN ADALAH PERKATAAN ALLAH “. (HR. Muslim)
Telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Sebaik-baik kalian adalah yang MEMPELAJARI AL QUR’AN DAN MENGAJARKANNYA.”
(HR. Bukhari dan Tirmidzi dari Ali bin Abi Thalib. Dan datang dari hadits’Utsman bin ‘Affan riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Dan juga Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُوْلُ : { ألم } حَرْفٌ، وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ
“BARANGSIAPA YANG MEMBACA SATU HURUF DARI KITAB ALLAH, MAKA BAGINYA SATU KEBAIKAN. Dan satu kebaikan menjadi sepuluh kali semisal (kebaikan) itu. Aku tidak mengatakan: alif lam mim itu satu huruf, namun ALIF SATU HURUF, LAM SATU HURUF, DAN MIM ITU SATU HURUF.” (HR.Tirmidzi dan yang lainnya dari Abdullah bin Mas’ud dan dishahihkan oleh Al-Albani rahimahullah)
Wahai saudaraku, dari beberapa dalil di atas cukuplah bagi kita sebagai bukti atas kebatilan shalawat Al Faatih, TERLEBIH LAGI BILA KITA TELUSURI KANDUNGANNYA YANG KENTAL DENGAN NUANSA PENGKULTUSAN TERHADAP NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM YANG DILARANG dalam agama yang sempurna ini.
SHALAWAT – SHALAWAT BID’AH (3)
3. Shalawat Sa’adah (Kebahagiaan)
Lafadznya sebagai berikut:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَدَدَ مَا فِي عِلْمِ اللهِ صَلاَةً دَائِمَةً بِدَوَامِ مُلْكِ اللهِ
“Ya Allah, berikanlah shalawat kepada baginda kami Muhammad sejumlah apa yang ada dalam ilmu Allah, shalawat yang kekal seperti kekalnya kerajaan Allah.”
Berkata An-Nabhani As-Sufi setelah menukilkannya dari Asy-Syaikh Ahmad Dahlan: ”BAHWA PAHALANYA SEPERTI 600.000 KALI SHALAT. Dan siapa yang rutin membacanya setiap hari Jum’at 1.000 kali, maka dia termasuk orang yang berbahagia dunia akhirat.” (Lihat Mahabbatur Rasul 287-288)
Wahai saudaraku, MANA MUNGKIN shalat yang merupakan tiang agama dan sekaligus rukun Islam kedua pahalanya 600. 000 di bawah shalawat sa’adah ini?!
CUKUPLAH YANG DEMIKIAN ITU SEBAGAI BUKTI ATAS KEPALSUAN DAN KEBATILAN SHALAWAT TERSEBUT.
SHALAWAT – SHALAWAT BID’AH (4)
4. Shalawat Burdatul Bushiri
Nashnya adalah sebagai berikut:
يَا رَبِّ بِالْمُصْطَفَى بَلِّغْ مَقَاصِدَنَا وَاغْفِرْ لَنَا مَا مَضَى يَا وَاسِعَ الْكَرَمِ
“Wahai Rabbku! Dengan perantara Musthafa (Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassallam ) penuhilah segala keinginan kami dan ampunilah dosa-dosa kami yang telah lalu, wahai Dzat Yang Maha Luas Kedermawanannya.”
Shalawat ini mempunyai beberapa (kemungkinan) makna. Bila maknanya seperti yang terkandung di atas, maka termasuk tawasul kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam yang beliau telah meninggal dunia.
HAL INI TERMASUK JENIS TAWASUL YANG DILARANG, karena tidak ada seorang pun dari sahabat yang melakukannya disaat ditimpa musibah dan yang sejenisnya. BAHKAN UMAR BIN AL KHATHAB KETIKA SHALAT ISTISQA’ (MINTA HUJAN) TIDAKLAH BERTAWASUL DENGAN NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM KARENA BELIAU TELAH MENINGGAL DUNIA, dan justru Umar meminta Abbas paman Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam (yang masih hidup ketika itu) untuk berdo’a. Kalaulah tawasul kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam ketika beliau telah meninggal dunia merupakan perbuatan yang disyari’atkan niscaya Umar melakukannya.
Adapun bila mengandung makna tawasul dengan jaah (kedudukan) Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam maka TERMASUK PERBUATAN YANG DIADA-ADAKAN DALAM AGAMA, karena HADITS: تَوَسَّلُوا بِجَاهِي “BERTAWASULLAH DENGAN KEDUDUKANKU”, MERUPAKAN HADITS YANG TIDAK ADA ASALNYA (PALSU). Bahkan bisa mengantarkan kepada kesyirikan disaat ada keyakinan bahwa Allah Ta’ala butuh terhadap perantara sebagaimana butuhnya seorang pemimpin terhadap perantara antara dia dengan rakyatnya, karena ada unsur menyamakan Allah dengan makhluk-Nya, SEBAGAIMANA YANG DIJELASKAN OLEH SYAIKHUL ISLAM IBNU TAIMIYAH. (Lihat Al Firqatun Najiyah hal. 85)
Sedangkan bila maknanya mengandung unsur (Demi Nabi Muhammad) MAKA TERMASUK SYIRIK, karena tergolong sumpah dengan selain Allah Ta’ala.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda (artinya): “BARANG SIAPA YANG BERSUMPAH DENGAN SELAIN ALLAH, MAKA DIA TELAH BERBUAT KAFIR ATAU SYIRIK.” ( HR At Tirmidzi, Ahmad dan yang lainnya dengan sanad yang shahih)
Para pembaca, dari sekian makna di atas maka jelaslah bagi kita kebatilan yang terkandung di dalam shalawat tersebut. Terlebih lagi Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam dan para sahabatnya tidak pernah mengamalkannya, apalagi mengajarkannya. Seperti itu pula hukum yang dikandung oleh bagian akhir dari Shalawat Badar (bertawasul kepada Nabi Muhammad, para mujahidin dan ahli Badar)
[Insya Allah bersambung]
SHALAWAT – SHALAWAT BID’AH (5)
5. Shalawat Badar
Lafadz shalawat ini sebagai berikut:
shalatullah salamullah ‘ala thoha rosulillah
shalatullah salamullah ‘ala yaasiin habibillah
tawasalnaa bibismillah wa bil hadi rosulillah
wa kulli majahid fillah
bi ahlil badri ya Allah
Shalawat Allah dan salam-Nya semoga tercurah kepada Thaha Rasulullah
Shalawat Allah dan salam-Nya semoga tercurah kepada Yasin Habibillah
Kami bertawassul dengan nama Allah dan dengan pemberi petunjuk, Rasulullah
Dan dengan seluruh orang yang berjihad di jalan Allah, serta dengan ahli Badr, ya Allah
Dalam ucapan shalawat ini terkandung beberapa hal:
1. Penyebutan Nabi dengan habibillah
2. Bertawassul dengan Nabi
3. Bertawassul dengan para mujahidin dan ahli Badr
Point pertama telah diterangkan kesalahannya secara jelas pada rubrik Tafsir.
Pada point kedua,
tidak terdapat satu dalilpun yang shahih yang membolehkannya. Allah dan Rasul-Nya tidak pernah mensyariatkan. Demikian pula para shahabat (tidak pernah mengerjakan). Seandainya disyariatkan, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkannya dan para shahabat melakukannya. Adapun hadits: “BERTAWASSULLAH KALIAN DENGAN KEDUDUKANKU karena sesungguhnya kedudukan ini besar di hadapan Allah”, maka HADITS INI TERMASUK HADITS MAUDHU’ (PALSU) SEBAGAIMANA DIJELASKAN OLEH IBNU TAIMIYYAH DAN ASY-SYAIKH AL-ALBANI.
Adapun point ketiga,
tentunya lebih tidak boleh lagi karena bertawassul dengan Nabi shallallhu ‘alaihi wa sallam saja tidak diperbolehkan. Yang DIBOLEHKAN ADALAH BERTAWASSUL DENGAN NAMA ALLAH di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَ للهِ الأَسْمآءُ الْحُسْنَ فَادْعُوْهُ بِهاَ
“Dan hanya milik Allah-lah asmaul husna, MAKA BERMOHONLAH KEPADA-NYA DENGAN MENYEBUT ASMAUL HUSNA ITU.” (Al-A’raf: 180)
Demikian pula di antara do’a Nabi:
“YA ALLAH, AKU MOHON KEPADA-MU DENGAN SEGALA NAMA YANG ENGKAU MILIKI yang Engkau namai diri-Mu dengannya. Atau Engkau ajarkan kepada salah seorang hamba-Mu, atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau Engkau simpan di sisi-Mu dalam ilmu yang ghaib.” (HR. Ahmad, Abu Ya’la dan lainnya, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 199)
Bertawassul dengan nama Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti ini merupakan salah satu dari bentuk tawassul yang diperbolehkan. Tawassul lain yang juga DIPERBOLEHKAN ADALAH DENGAN AMAL SHALIH DAN DENGAN DOA ORANG SHALIH YANG MASIH HIDUP (yakni meminta orang shalih agar mendoakannya). Selain itu yang tidak berdasarkan dalil, termasuk tawassul terlarang.
JENIS-JENIS SHALAWAT DI ATAS BANYAK DIJUMPAI DI KALANGAN SUFIYAH. Bahkan dijadikan sebagai materi yang dilombakan di antara para tarekat sufi.
BERAPA BANYAK ORANG YANG BERPALING DARI AL QUR’AN dan mentadabburinya disebabkan tenggelam dan ‘asyik’ dengan wirid bid’ah ini? Dan BERAPA BANYAK DARI MEREKA YANG SUDAH TIDAK PEDULI LAGI UNTUK MENGHIDUPKAN SUNNAH-SUNNAH RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM karena tergiur dengan pahala ‘instant’ yang berlipat ganda.
Laa haula walaa quwwata illaa billah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar