Fariz Salman Alfarisi: IMAM ABU HANIFAH BUKAN MUJASSIMAH

Laman

18/06/12

IMAM ABU HANIFAH BUKAN MUJASSIMAH

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله.
يَا أَيُّهَا الّذِينَ آمَنُواْ اتّقُواْ اللّهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مّسْلِمُونَ
يَآ أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْراً وَنِسَآءً وَاتَّقُوْا اللَّهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْباً
يَا أَيُّهَا الّذِينَ آمَنُواْ اتّقُواْ اللّهَ وَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماًً
أما بعد: فإن أصدق الكلام كلام الله وخير الهدي هدي محمد  وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار

Pendahuluan

Sebagian manusia mengira bahwasanya keempat Imam Madzhab memiliki aqidah yang berbeda satu sama lain, hal ini adalah sebuah kekeliruan serius dan kesalahan fatal. Aqidah mereka adalah satu – berada diatas aqidah yang haq – aqidah ahlussunnah wal jama’ah salafus shalih. Tulisan dibawah ini akan mengungkapkan aqidah mereka dalam bab asma wa shifat – dimana sumber dari ucapan mereka diambil dari kitab – kitab yang ditulis oleh mereka sendiri atau ditulis oleh orang yang sejaman dengan mereka baik dari kalangan shahabatnya atau muridnya maupun yang ditulis oleh para ulama yang hidup tidak jauh dari masa mereka hidup.

Hal ini perlu saya sampaikan dikarenakan tidak sedikit kedustaan dinisbatkan oleh manusia kepada para imam ini – dimana kedustaan tersebut dibawakan didalam tulisan – tulisan yang bukan tulisan mereka, juga bukan tulisan murid – murid maupun shahabat mereka, juga bukan tulisan orang yang hidup dekat masanya dengan mereka, sehingga dari segi keotentikan patut dipertanyakan.

Berikut ini dimulai dari yang paling awal secara tahun – yaitu Imam Kaum Muslimin Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit rahimahullah dan pada kesempatan yang selanjutnya akan ditulis aqidah Al Imam Malik kemudian Al Imam Asy Syafi’i dan Al Imam Ahmad rahimahumullah ajmain. Adapun Al Imam Abu Hanifah, tidak perlu kita jelaskan biografinya dikarenakan beliau sudah masyhur dan diterima oleh kaum muslimin didalam hati – hati mereka.

Aqidah Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit rahimahullah :

قال الإمام أبو حنيفة: لا يوصف الله تعالى بصفات المخلوقين، وغضبه ورضاه صفتان من صفاته بلا كيف، وهو قول أهل السنة والجماعة، وهو يغضب ويرضى ولا يقال: غضبه عقوبته، ورضاه ثوابه. ونصفه كما وصف نفسه أحد صمد لم يلد ولم يولد ولك يكن له كفواً أحد، حي قادر سميع بصير عالم، يد الله فوق أيديهم، ليست كأيدي خلقه، ووجهه ليس كوجوه خلقه.الفقه الأبسط ص56
Berkata Al Imam Abu Hanifah : ” Tidak disifati Allah subhanahu wa ta’ala dengan sifat – sifat makhluk, Allah marah dan ridha dimana kedua sifat ini adalah sifat-Nya tanpa dipertanyakan bagaimananya. Inilah ucapan ahlussunnah wal jama’ah. Dia marah dan ridha – tidaklah dikatakan yang dimaksud marah-Nya adalah Allah subhanahu wa ta’ala menghukum dan yang dimaksud Allah ridha adalah Dia memberikan pahala. Allah subhanahu wa ta’ala disifatkan sebagaimana Dia mensifatkan diri-Nya yaitu Dia adalah Esa dan tempat meminta segala sesuatu, tidak beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada yang setara dengan-Nya, Dia Maha Hidup Mendengar Melihat Mengetahui, dan tangan Allah diatas tangan mereka dan tangan-Nya tidak seperti tangan makhluk-Nya dan wajah-Nya tidak seperti wajah makhluk-Nya. ” ( Al Fiqhul Absath hal 52 )

Abu Asma Andre katakan : Ada beberapa hal penting yang patut diperhatikan dari ucapan Al Imam Abu Hanifah :
1. Allah subhanahu wa ta’ala tidak boleh disifati dengan sifat makhluk-Nya.
2. Allah subhanahu wa ta’ala ridha dan marah dan tidak dipertanyakan bagaimana bentuk marah dan ridha Allah subhanahu wa ta’ala.
3. Tidak boleh memalingkan ridha dengan memberikan ganjaran dan marah dengan memberikan hukuman, hal ini menunjukkan bahwa Al Imam Abu Hanifah menetapkan makna dari sifat Allah subhanahu wa ta’ala tanpa memalingkan makna dari dhahirnya, dimana sebagian ahlul bid’ah tidak merasa ridha dengan jalan yang ditempuh oleh ulama ummat ini – semisal Al Imam Abu Hanifah.
4. Secara tegas dan jelas Al Imam Abu Hanifah menetapkan sifat wajah dan tangan bagi Allah subhanahu wa ta’ala, maka hal ini menunjukkan bahwasanya penetapan tangan dan wajah adalah madzhab Al Imam Abu Hanifah dan pendapat ulama ummat dari kalangan ahlussunnah wal jama’ah bukan pendapat kaum mujasimmah sebagaimana yang dituduhkan oleh sebagian kaum yang tidak paham akan ucapan – ucapan ulama ahlussunnah, dan bersamaan dengan itu beliau mensucikan kesamaan antara tangan Allah dengan tangan makhluk, wajah Allah dengan wajah makhluk, bahkan secara tegas Al Imam Abu Hanifah mengatakan memalingkan makna ayat – ayat shifat merupakan madzhab Mutazillah dan Qadariyyah, berikut nukilannya :

قال الإمام أبو حنيفة: وله يد ووجه ونفس كما ذكره الله تعالى في القرآن، فما ذكره الله تعالى في القرآن، من ذكر الوجه واليد والنفس فهو له صفات بلا كيف، ولا يقال: إن يده قدرته أو نعمته؛ لأن فيه إبطالَ الصفة، وهو قول أهل القدر والاعتزال… الفقه الأكبر ص302
Berkata Al Imam Abu Hanifah : ” Dan bagi-Nya tangan, wajah dan nafs, hal ini sebagaimana disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala didalam Al Qur-an. Adapun yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala didalam Al Qur-an seperti wajah, tangan dan nafs maka itu adalah sifat bagi-Nya dan tidak dipertanyakan bagaimananya dan juga tidak dikatakan : sesungguhnya yang dimaksud tangan-Nya adalah kekuasaan-Nya atau nikmat-Nya, karena ini adalah membatalkan sifat dan ucapan ini adalah ucapan ahlul qadar ( al qadariyyah – pent ) dan Al Itizal ( Mu’tazillah ). ” ( Al Fiqhul Akbar hal 320 – karya Al Imam Abu Hanifah )

Abu Asma Andre katakan : Ada beberapa hal penting yang patut diperhatikan dari ucapan Al Imam Abu Hanifah diatas :
1. Al Imam Abu Hanifah menetapkan sifat tangan, wajah dan an nafs ( diri ) bagi Allah subhanahu wa ta’ala dan tidak boleh mempertanyakannya.
2. Bahwasanya penetapan sifat Allah subhanahu wa ta’ala bukan merupakan hasil ijtihad akan tetapi berdasarkan dari Al Qur-an.
3. Memalingkan makna tangan Allah dengan kekuasaan-Nya atau nikmat-Nya adalah perbuatan Qadariyyah dan Mutazillah – hal ini juga membuktikan bahwasanya ahlussunnah wal jama’ah menetapkan sifat bagi Allah subhanahu wa ta’ala tanpa memalingkan maknanya dan mempertanyakan bagaimananya, hal ini akan tampak bahwasanya shahabat Al Imam Abu Hanifah, murid – muridnya pun berpendapat seperti ini, perhatikan nukilan dibawah ini :

قال البزدوي: العلم نوعان علم التوحيد والصفات، وعلم الشرائع والأحكام. والأصل في النوع الأول هو التمسُّك بالكتاب والسُّنة ومجانبة الهوى والبدعة ولزوم طريق السنُّة والجماعة، وهو الذي عليه أدركنا مشايخنا وكان على ذلك سلفنا أبو حنيفة وأبو يوسف ومحمد وعامة أصحابهم. وقد صنف أبو حنيفة – رضي الله عنه – في ذلك كتاب الفقه الأكبر، وذكر فيه إثبات الصفات وإثبات تقدير الخير والشر من الله. أصول البزدوي ص3، كشف الأسرار هن أصول البزدوي ج1 ص7، 8
Berkata Al Bazdawi rahimahullah : ” Ilmu ada dua macam : ilmu tauhid dan shifat serta ilmu syari’at dan hukum – hukum. Asal dari ilmu yang pertama adalah berpegang teguh dengan Al Kitab ( Al Qur-an ) dan As Sunnah serta menjauhi hawa nafsu dan bid’ah dan menetapi jalan As Sunnah dan Al Jama’ah ( ahlussunnah wal jama’ah – pent ), dan inilah yang kami jumpai dari masyaikh kami dan begitupula salaf kami seperti Abu Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad ( Ibnu Hassan Asy Syaibani – pent : dan kedua orang ini murid Al Imam Abu Hanifah ) dan seluruhnya dari shahabat – shahabat mereka, dan telah menulis Abu Hanifah sebuah kitab yang berjudul Al Fiqhul Akbar dimana didalamnya beliau menetapkan shifat dan menetapkan takdir baik dan buruknya dari Allah subhanahu wa ta’ala. “  ( Ushul Al Bazdawi hal 3, Kasyful Asrar 1/7-8 )

Abu Asma Andre katakan : Ada beberapa hal penting yang patut diperhatikan dari ucapan Al Bazdawi :
1. Al Ahnaf ( Hanafiyyah ) menetapkan bahwasanya ada ilmu tauhid dan shifat, dimana manusia – manusia jahil pada zaman belakangan ini menganggap bahwasanya pembagian tauhid menjadi tauhid asma wa shifat adalah bid’ah yang dilakukan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ini adalah kezhaliman yang kesekian yang mereka timpakan kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
2. Al Imam Abu Hanifah dan murid – murid beliau bersepakat akan aqidah yang besar ini.
3. Menetapkan secara tegas bahwasanya kitab Al Fiqhul Akbar adalah tulisan Imam Abu Hanifah dimana sebagian orang mengingkari perkara ini.
4. Pembahasan tentang shifat bagi Allah subhanahu wa ta’ala sumbernya adalah Al Qur-an dan As Sunnah bukan hawa nafsu atau bid’ah yang dilakukan oleh sebagian orang, juga bukan berdasarkan ra’yu, dimana hal ini dijelaskan sendiri oleh Al Imam Abu Hanifah berikut perkataannya :

قال الإمام أبو حنيفة: لا ينبغي لأحد أن ينطق في ذات الله بشيء، بل يصفه بما وصف به نفسه، ولا يقول فيه برأيه شيئاً تبارك الله تعالى ربّ العالمين. شرح العقيدة الطحاوية ج2 ص427 تحقيق د. التركي وجلاء العينين ص368
Berkata Al Imam Abu Hanifah : ” Dan tidaklah patut seseorang berbicara tentang dzat Allah dengan sesuatu, bahkan menshifati Allah sebagaimana yang Dia shifati untuk diri-Nya, dan tidak boleh berbicara dengan rayu’ sesuatu tentang Allah Rabbul Alamin.” ( Syarh Al Aqidah At Thahawiyyah 2/427 )

Al Imam Abu Hanifah – sebagaimana salaf ( pendahulu ) beliau : menetapkan sifat an nuzul dan istiwa bagi Allah subhanahu wa ta’ala – dimana sebagian manusia pada masa lalu dan masa sekarang mengingkarinya, perhatikan nukilan berikut ini :
سئل الإمام أبو حنيفة عن النزول الإلهي، فقال: ينزل بلا كيف. عقيدة السلف أصحاب الحديث ص42، الأسماء والصفات للبيهقي ص456، شرح الطحاوية ص245، شرح الفقه الأكبر للقاري ص60
Ditanya Al Imam Abu Hanifah tentang nuzul Illahi ( sifat nuzul bagi Allah – pent ), beliau menjawab : ” Nuzul tanpa ditanyakan bagaimananya. ” ( Aqidatus Salaf hal 42, Al Asma Wa Shifat hal 452 karya Al Imam Al Baihaqi dan Syarhul Fiqh Al Akbar hal 60 karya Ali Al Qari )

Ketika menjelaskan ucapan Imam Malik : ” Istiwa maklum dan bagaimananya tidaklah diketahui…”  berkata Al Mulla Ali Al Qaari
قال الملاَّ علىُّ القاري بعد ذكره قول الإمام مالك: “الاستواء معلوم والكيف مجهول…”: اختاره إمامنا الأعظم – أي أبو حنيفة – وكذا كل ما ورد من الآيات والأحاديث المتشابهات من ذكر اليد والعين والوجه ونحوها من الصفات. فمعاني الصفات كلها معلومة وأما كيفيتها فغير معقولة. مرقاة المفاتيح شرح مشكاة المصابيح ج8 ص251
” Pendapat ini dipilih oleh Imam besar – Imam kami Abu Hanifah, dan seperti itu pula apa yang didapatkan didalam ayat – ayat maupun hadits – hadits mutasyabihat yang menyebutkan ( sifat – pent ) tangan, mata, wajah dan yang semisalnya dari shifat – shifat Allah subhanahu wa ta’ala. Adapun makna shifat seluruhnya maklum adapun bagaimananya maka tidaklah dapat terpahami. ” ( Mirqatul Mashabih 8/251 )

Ahli tafsir besar Al Imam Alusi Al Hanafi berkata tentang jalan ulama ummat ini :
قال الألوسي الحنفيُّ: أنت تعلم أن طريقة كثير من العلماء الأعلام وأساطين الإسلام الإمساك عن التأويل مطلقاً مع نفي التَّشبيه والتجسيم. منهم الإمام أبو حنيفة، والإمام مالك، والإمام أحمد، والإمام الشافعيَّ، ومحمد بن الحسن، وسعد بن معاذ المروزيُّ، وعبد الله بن المبارك، وأبو معاذ خالد بن سليمان صاحب سفيان الثوري، وإسحاق بن راهُويه، ومحمد بن إسماعيل البخاري، والترمذي، وأبو داود السجستاني.. روح المعاني ج6 ص156]
” Anda mengetahui bahwasanya jalan kebanyakan ulama dan pembesar Islam adalah menahan diri dari ta’wil secara mutlak dan bersamaan dengan itu mengingkari tasybih dan tajssim. Diantaranya adalah Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad, Imam Asy Syafi’i, Muhammad bin Hassan, Sa’ad bin Muadz Al Marwadzi, Abdullah bin Mubaarak, Abu Ma’adz Khalid bin Sulaiman shahabat Sufyan Ats Tsauri, Ishaq bin Rahuyah, Muhammad bin Ismail Al Bukhari ( Imam Al Bukhari – pent ), At Tirmidzi, Abu Daud As Sijistani….” ( Ruhul Maa’ni 6/152 )

Abu Asma Andre katakan : Ada beberapa hal penting yang patut diperhatikan dari ucapan Al Imam Al Alusi :
1. Bahwasanya ta’wil, tasybih dan tajssim bukanlah madzhab ahlussunnah wal jama’ah – bukan pula pendapat Imam Abu Hanifah dan yang selainnya dari kalangan ulama.
2. Al Imam Abu Hanifah menetapkan sifat istiwa bagi Allah subhanahu wa ta’ala, sebagaimana tampak dalam nukilan dari Imam Mulla Ali Al Qarri diatas, dan Imam Al Alusi mengatakan beliau ( Al Imam Abu Hanifah ) bukanlah mujassimah bahkan mengingkari bid’ah tajssim, hal ini menunjukkan keyakinan bahwasanya Allah beristiwa diatas arsy adalah keyakinan yang haq dan bukan bid’ah mujassimah sebagaimana dikatakan oleh orang – orang jahil pada masa ini…yang andaikata ditanyakan kepada mereka apa itu mujassimah dan bid’ah tajssim mereka tidak tahu – dan hanya sekedar ikut – ikutan.
3. Ketika Al Imam Abu Hanifah menetapkan Allah subhanahu wa ta’ala memiliki sifat, beliau menafikan keserupaan sifat  Allah dengan makhluk-Nya, kesamaan nama bagi sifat tidaklah menunjukkan keserupaan yang disifati, berikut nukilan ucapan Al Imam Abu Hanifah :

قال الإمام أبو حنيفة: وصفاته بخلاف صفات المخلوقين يعلم لا كعلمنا، ويقدر لا كقدرتنا، ويرى لا كرؤيتنا، ويسمع لا كسمعنا، ويتكلَّم لا ككلامنا.الفقه الأكبر ص30
Berkata Al Imam Abu Hanifah : ” Allah disifati berbeda dengan sifat makhluk-Nya, Dia berilmu akan tetapi tidak seperti ilmu kita, Dia memiliki kekuasaan akan tetapi tidak seperti kekuasaan kita, Dia melihat akan tetapi tidak seperti kita melihat, Dia mendengar akan tetapi tidak seperti kita mendengar, dan Dia berbicara akan tetapi tidak seperti kita bicara. ( Al Fiqhul Akbar hal 30 )

Telah terdapat ucapan yang jelas dan tegas dari Al Imam Abu Hanifah bahwasanya beliau mengkafirkan orang yang tidak menetapkan Allah subhanahu wa ta’ala berada diatas arsy’, berikut nukilannya:
قال الإمام أبو حنيفة: من قال لا أعرف ربي في السماء أم في الأرض فقد كفر، وكذا من قال إنه على العرش، ولا أدري العرش أفي السماء أم في الأرض. الفقه الأبسط ص49 شرح الطحاوية لابن أبي العز ص301
Berkata Al Imam Abu Hanifah rahimahullah : ” Barangsiapa yang mengatakan ‘ aku tidak mengetahui apakah Allah berada di langit atau ada di bumi’ maka dia kafir, dan seperti itu pula bagi yang mengatakan ‘ sesungguhnya Allah berada ( istiwa – pent ) di arsy akan tetapi aku tidak tahu apakah arsy tersebut ada dilangit atau ada di bumi. ” ( Fiqhul Asbath hal 49 dan Syarah Thahawiyyah hal 301 )

Abu Asma Andre katakan : Ada beberapa hal penting yang patut diperhatikan dari ucapan Al Imam Abu Hanifah :
1. Secara tegas terdapat pengingkaran Al Imam Abu Hanifah terhadap orang yang mengatakan ” kami tidak tahu ( menetapkan ) Allah berada dimana…”, bahkan beliau mengkafirkannya.
2. Hukum kafir disini adalah kafir mutlak bukan mu’ayan ( orang perorang ) – adapun perincian dalam masalah ini terdapat didalam banyak kitabn yang membahas masalah pembatal – pembatal keimanan atau keislaman.
3. Lalu, bagaimanakah aqidah Al Imam Abu Hanifah tentang Allah subhanahu wa ta’ala ? maka perhatikan nukilan ini :

قال الإمام أبو حنيفة للمرأة التي سألته أين إلهك الذي تعبده؟ قال: إن الله سبحانه وتعالى في السماء دون الأرض، فقال رجل: أرأيت قول الله تعالى وَهُوَ مَعَكُمْ} [سورة الحديد: الآية 4] قال: هو كما تكتب للرجل إني معك وأنت غائب عنه. الأسماء والصفات ص429]
Berkata Al Imam Abu Hanifah kepada seorang perempuan yang bertanya kepadanya : Dimana Illah mu yang engkau menyembah-Nya ? ” Berkata Al Imam Abu Hanifah : ” Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala berada di langit bukan dibumi.” Berkata seorang laki – laki : ” Bukankah engkau lihat Allah berfirman : ” Dia bersama dengan kalian ” ( QS Al Hadid : 4 ), maka berkata Al Imam Abu Hanifah : ” Hal itu seperti engkau menulis kepada seseorang dan berkata aku bersamamu, padahal engkau tidak bersamanya. ” ( Al Asma Wa Shifat hal 429 karya Al Imam Al Baihaqi rahimahullah )

قال الإمام أبو حنيفة: ونقر بأن الله تعالى على العرش استوى. شرح الوصية ص10
Berkata Al Imam Abu Hanifah : ” Dan kami membaca bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala beristiwa diatas arsy’.” ( Syarhul Washiyyah hal 10 )

Abu Asma Andre katakan : Ada beberapa hal penting yang patut diperhatikan dari ucapan Al Imam Abu Hanifah :
1. Cerdiknya perumpamaan yang disampaikan oleh Al Imam Abu Hanifah dengan : ” Hal itu seperti engkau menulis kepada seseorang dan berkata aku bersamamu, padahal engkau tidak bersamanya. “
2. Keimanan yang dipegang oleh Al Imam Abu Hanifah adalah mengimani Allah subhanahu wa ta’ala beristiwa diatas arsy’.

Kesimpulan :

Inilah sedikit dari apa yang mampu saya kumpulkan dari kitab – kitab yang menjelaskan tentang aqidah imam besar ahlussunnah wal jama’ah – imam kita semua – Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit rahimahullah – terutama dalam bab tauhid asma wa shifat. Hal ini saya lakukan untuk menjelaskan kepada ummat tentang aqidah yang dipegang dan diyakini oleh Al Imam, dan juga untuk menunjukkan bahwasanya salafi pada saat ini pada hakikatnya hanyalah ittiba kepada pendahulu mereka – diantaranya Al Imam Abu Hanifah.

Hal ini juga saya bawakan untuk memotivasi diri sendiri juga  ikhwan dan akhwat ( khususnya di dunia facebook ini ) agar menggali ilmu langsung dari sumber – sumber awal, dan tidak mencukupkan diri dengan copy paste saja, karena ketika antum membantah ahlul bid’ah yang menuduh kita mujasimmah dengan ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ( dan saya sedikitpun tidak meragukan keilmuan yang dimiliki oleh beliau ) maka tentu disisi ahlul bid’ah akan beda jika engkau bantah dengan ucapan Al Imam Abu Hanifah misalnya. Sebagai contoh seorang tokoh Jahmiyyah yang bernama Muhammad Zahid Al Kautsari sering sekali membantah ucapan Syaikh Al Albani yang menetapkan Allah beristiwa diatas arsy, akan tetapi Al Kautsari ini diam seribu bahasa ketika dihadapkan kepada ucapan Al Imam Abu Hanifah dalam masalah yang sama, hal ini dapat dibuktikan dalam tahqiq Al Kautsari terhadap kitab Al Asma Wa Shifat karya Al Imam Al Baihaqi rahimahullah, dimana dia diam tanpa adanya pengingkaran ketika Imam Baihaqi menyebutkan keyakinan Al Imam Abu Hanifah bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala beristiwa diatas arsy’. Bukankah antum semua dapat menerka mengapa Al Kausari diam ? karena kalau dia sesatkan Al Imam Abu Hanifah maka akan tampak jelas kesesatannya sendiri.

Sebagai penutup maka saya ( Abu Asma Andre ) katakan : Saya adalah pengikut Al Imam Abu Hanifah yang mengatakan Allah subhanahu wa ta’ala beristiwa diatas arsy’, lalu apakah ada diantara kalian yang berani mengatakan saya ( Abu Asma Andre ) mujassimah dengan sebab mengikuti Al Imam Abu Hanifah ?

Abu Asma Andre
Ciangsana – Cileungsi
20-23 Jumadil Akhir 1433 H

سبحانك اللهم وبحمدك اشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك

Note :
Saya tidak melayani perdebatan silahkan antum yang berniat mendebat saya cari dahulu buku Fiqhul Akbar karya Al Imam Abu Hanifah ( covernya ada di status ini ) dan silahkan baca, kemudian silahkan bantah Al Imam Abu Hanifah, karena sesungguhnya saya hanya membawakan ucapan Al Imam Abu Hanifah rahimahullah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar