Sifat: Al-Izzah, Al-ihathoh, Al-Ilmu,
Al-Hikmah, Al-Khibrah, Ar-Rizq, Al-Quwwah, As-Sam'u, Al-Bashar
[1]. Sifat Al-'Izzah (Perkasa)
[1]. Sifat Al-'Izzah (Perkasa)
١٨٠. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ
عَمَّا يَصِفُونَ. ١٨١. وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ. ١٨٢. وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
"Artinya : Maha Suci Rabbmu, Yang Memiliki
Keperkasaan (lzzah), dari apa yang mereka katakan. Keselamatan semoga
dilimpahkan kepada para rasul. Dan segala puji bagi Allah, Rabb seru sekalian
alam." [Ash-Shafat : 180-182]
Dalam ayat ini, Allah me-Mahasucikan diri-Nya dari apa yang disifatkan, oleh orang-orang yang menyelisihi para rasul, kepada-Nya, serta memberikan keselamatan kepada para rasul dikarenakan perkataan mereka bersih dari kekurangan dan cela.
Dalam ayat ini, Allah me-Mahasucikan diri-Nya dari apa yang disifatkan, oleh orang-orang yang menyelisihi para rasul, kepada-Nya, serta memberikan keselamatan kepada para rasul dikarenakan perkataan mereka bersih dari kekurangan dan cela.
[2]. Sifat Al-Ihathah (Meliputi)
٣. هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ
وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
"Artinya : Dialah yang Awal dan Yang Akhir,
Yang Zhahir dan Yang Bathin, dan Dia Mulia Mengetahui segala sesuatu."[Al-Hadid
: 3]
Firman Allah di atas ditafsirkan dengan sabda Rasulullah Sallallahu 'alaihi wassalam :
"Artinya : Ya Allah, Engkaulah Al-Awwal, maka tidak ada sesuatu pun sebelum-Mu; Engkaulah Al-Aakhir, maka tidak ada sesuatu pun sesudah-Mu; Engkaulah Azh-Zhahir, maka tidak ada sesuatu pun di atas-Mu, dan Engkaulah Al-Bathin, maka tidak ada sesuatu pun di bawah-Mu."[1]
Ayat dan hadits di atas menunjukkan sifat Al-Ihathah Az-Zamaniyah (meliputi waktu) yaitu pernyataan, "Dialah Al-Awwal dan Al-Akhir; serta Al-Ihathah Al-Makaniyah (meliputi tempat), yaitu pernyataan, "Dan Azh-Zhahir dan Al-Bathin."
[3]. Sifat Al-Ilmu (Mengetahui) [4]. Sifat Al-Hikmah (Bijaksana) [5]. Sifat Al-Khibrah (Mengetahui)
Firman Allah di atas ditafsirkan dengan sabda Rasulullah Sallallahu 'alaihi wassalam :
"Artinya : Ya Allah, Engkaulah Al-Awwal, maka tidak ada sesuatu pun sebelum-Mu; Engkaulah Al-Aakhir, maka tidak ada sesuatu pun sesudah-Mu; Engkaulah Azh-Zhahir, maka tidak ada sesuatu pun di atas-Mu, dan Engkaulah Al-Bathin, maka tidak ada sesuatu pun di bawah-Mu."[1]
Ayat dan hadits di atas menunjukkan sifat Al-Ihathah Az-Zamaniyah (meliputi waktu) yaitu pernyataan, "Dialah Al-Awwal dan Al-Akhir; serta Al-Ihathah Al-Makaniyah (meliputi tempat), yaitu pernyataan, "Dan Azh-Zhahir dan Al-Bathin."
[3]. Sifat Al-Ilmu (Mengetahui) [4]. Sifat Al-Hikmah (Bijaksana) [5]. Sifat Al-Khibrah (Mengetahui)
١٠٠. إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
"Artinya : Sesungguhnya, Dialah Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana." [Yusuf : 100].
"Artinya : Dan Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui." [Al-An'am : 18]
Al-Ilmu merupakan salah satu sifat Dzatiyah yang tidak akan pernah lepas dari Allah Ta'ala. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu, secara global maupun terperinci. Kebijaksanaan Allah berlaku di dunia maupun di akhirat. Apabila Allah menyempurnakan sesuatu, maka sesuatu itu tidak mengandung kerusakan. Allah telah menciptakan manusia dan Dia Maha Suci, Maha Bijaksana, lagi Maha Mengetahui. [2]
[6]. Sifat Ar-Rizq (Memberi Rezki) [7] . Al-Quwwah (Kuat) [8]. Al-Matanah (Kokoh)
"Artinya : Dan Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui." [Al-An'am : 18]
Al-Ilmu merupakan salah satu sifat Dzatiyah yang tidak akan pernah lepas dari Allah Ta'ala. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu, secara global maupun terperinci. Kebijaksanaan Allah berlaku di dunia maupun di akhirat. Apabila Allah menyempurnakan sesuatu, maka sesuatu itu tidak mengandung kerusakan. Allah telah menciptakan manusia dan Dia Maha Suci, Maha Bijaksana, lagi Maha Mengetahui. [2]
[6]. Sifat Ar-Rizq (Memberi Rezki) [7] . Al-Quwwah (Kuat) [8]. Al-Matanah (Kokoh)
٥٨. إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو
الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
"Artinya : Sesungguhnya Allah Maha Pemberi
Rezki, Yang Mempunyai Kekuatan, dan Yang Sangat Kokoh." [Adz-Dariat :
58]
Ar-Razzaq artinya Yang banyak memberi rezki secara luas (sebagaimana ditunjukkan oleh shighah mubalaghah bentuk kata yang menyangatkan. Apapun rezki yang ada di alam semesta ini berasal dari Allah Ta'ala. Rezki itu ada dua :
Pertama : Rezki yang manfaatnya berlanjut sejak di dunia hingga di akhirat, yaitu rezki hati. Contohnya : Ilmu, iman, dan rezki halal.
Yang kedua : Rezki yang secara umum diberikan kepada seluruh manusia, yang shalih maupun yang jahat, termasuk binatang dan lain-lain.
Allah Subhanahu wa Ta'ala memiliki sifat Al-Quwwah (Kekuatan), Al-Qawiy artinya adalah Syadidul Quwwah (Sangat Kuat). Maka, Al-Qawiy merupakan salah satu nama-Nya, yang berarti Yang Memiliki Sifat Kuat. Adapun Al-Matin berarti Yang Memiliki Puncak Kekuatan dan Kekuasaan.[3].
[9]. As-Sam'u (Mendengar) [10]. Al-Bashar (Melihat)
Ar-Razzaq artinya Yang banyak memberi rezki secara luas (sebagaimana ditunjukkan oleh shighah mubalaghah bentuk kata yang menyangatkan. Apapun rezki yang ada di alam semesta ini berasal dari Allah Ta'ala. Rezki itu ada dua :
Pertama : Rezki yang manfaatnya berlanjut sejak di dunia hingga di akhirat, yaitu rezki hati. Contohnya : Ilmu, iman, dan rezki halal.
Yang kedua : Rezki yang secara umum diberikan kepada seluruh manusia, yang shalih maupun yang jahat, termasuk binatang dan lain-lain.
Allah Subhanahu wa Ta'ala memiliki sifat Al-Quwwah (Kekuatan), Al-Qawiy artinya adalah Syadidul Quwwah (Sangat Kuat). Maka, Al-Qawiy merupakan salah satu nama-Nya, yang berarti Yang Memiliki Sifat Kuat. Adapun Al-Matin berarti Yang Memiliki Puncak Kekuatan dan Kekuasaan.[3].
[9]. As-Sam'u (Mendengar) [10]. Al-Bashar (Melihat)
١١. لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ
السَّمِيعُ البَصِيرُ
"Artinya : Tidak ada sesuatu pun yang serupa
dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat." [Asy-Sura: 11]
Di antara sifat-sifat Dzatiyah Allah adalah As-Sam'u dan Al-Bashar. Jadi, Allah memiliki sifat mendengar dan melihat, sesuai dengan keagungan-Nya, tidak sebagaimana mendengar dan melihatnya makhluk-Nya. Bahkan, pendengaran-Nya meliputi segala hal yang terdengar, dan Dia Melihat dan menyaksikan segala sesuatu, sekalipun sesuatu tersebut tersembunyi secara lahir maupun batin. [4]
Seorang penyair berkata :
Duhai Dzat Yang Melihat nyamuk, ketika mengembangkan sayapnya
Di kegelapan malam yang pekat dan kelam
Dan Melihat urat syaraf di lehernya
Juga otak yang didalam tulang-tulang nan amat mungil itu
Berikanlah kepadaku, ampunan yang menghapuskan
Dosa-dosa yang kulakukan, sejak kali pertama
Di antara sifat-sifat Dzatiyah Allah adalah As-Sam'u dan Al-Bashar. Jadi, Allah memiliki sifat mendengar dan melihat, sesuai dengan keagungan-Nya, tidak sebagaimana mendengar dan melihatnya makhluk-Nya. Bahkan, pendengaran-Nya meliputi segala hal yang terdengar, dan Dia Melihat dan menyaksikan segala sesuatu, sekalipun sesuatu tersebut tersembunyi secara lahir maupun batin. [4]
Seorang penyair berkata :
Duhai Dzat Yang Melihat nyamuk, ketika mengembangkan sayapnya
Di kegelapan malam yang pekat dan kelam
Dan Melihat urat syaraf di lehernya
Juga otak yang didalam tulang-tulang nan amat mungil itu
Berikanlah kepadaku, ampunan yang menghapuskan
Dosa-dosa yang kulakukan, sejak kali pertama
Foote Note.
[1]. Shahih Muslim†IV/2084. Lihat juga Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyah, Al-Haras, hal. 42.
[2]. Lihat Al-Ajwibah Al-Ushuliyah, hal.42
[3]. Ar-Raudhah An-Nadiyah, hal. 74
[4]. Lihat Ar-Raudhah An-Nadiyah, hal. 74 dan 112 Sifat : Al-Iradah, Al-Masyi'ah, Al-Mahabbah, Al-Mawaddah, Ar-Rahmah, Al-Maghfirah
[11]. Sifat Al-Iradah Dan [12]. Sifat Al-Masyi'ah (Menghendaki)
[1]. Shahih Muslim†IV/2084. Lihat juga Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyah, Al-Haras, hal. 42.
[2]. Lihat Al-Ajwibah Al-Ushuliyah, hal.42
[3]. Ar-Raudhah An-Nadiyah, hal. 74
[4]. Lihat Ar-Raudhah An-Nadiyah, hal. 74 dan 112 Sifat : Al-Iradah, Al-Masyi'ah, Al-Mahabbah, Al-Mawaddah, Ar-Rahmah, Al-Maghfirah
[11]. Sifat Al-Iradah Dan [12]. Sifat Al-Masyi'ah (Menghendaki)
٢٥٣. وَلَوْ شَاء اللّهُ مَا اقْتَتَلُواْ
وَلَـكِنَّ اللّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ
"Artinya : Seandainya Allah menghendaki,
tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang
dikehendaki-Nya." [Al-Baqarah : 253]
١٢٥. فَمَن يُرِدِ اللّهُ أَن يَهْدِيَهُ
يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإِسْلاَمِ وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ
ضَيِّقاً حَرَجاً كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاء َ
"Artinya : Siapa yang Allah berkehendak untuk
memberikan petunjuk kepadanya, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk)
Islam. Dan siapa yang Allah berkehendak untuk menyesatkannya, niscaya Allah
menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke
langit."[Al-An'am : 125]
Iradah (kehendak) Allah terbagi menjadi dua :
[1]. Al-Iradah Al-Kauniyah
Al-Iradah Al-Kauniyah ini bersinonim dengan Al-Masyi'ah. Iradah Kauniyah atau Masyi'ah ini berkenaan dengan apa saja yang hendak dilakukan dan diadakan oleh Allah Subhanallahu wa ta'ala Apabila Allah Subhanallahu wa ta'ala menghendaki terjadinya sesuatu, maka sesuatu itu terjadi begitu. Dia menghendakinya. Sebagaimana firman Allah Ta'ala :
Iradah (kehendak) Allah terbagi menjadi dua :
[1]. Al-Iradah Al-Kauniyah
Al-Iradah Al-Kauniyah ini bersinonim dengan Al-Masyi'ah. Iradah Kauniyah atau Masyi'ah ini berkenaan dengan apa saja yang hendak dilakukan dan diadakan oleh Allah Subhanallahu wa ta'ala Apabila Allah Subhanallahu wa ta'ala menghendaki terjadinya sesuatu, maka sesuatu itu terjadi begitu. Dia menghendakinya. Sebagaimana firman Allah Ta'ala :
٨٢. إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ
شَيْئاً أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
"Artinya : Sesungguhnya perintah-Nya, apabila
Dia menghendaki sesuatu, hanyalah berkata kepadanya "Kun" (Jadilah), maka
jadilah ia." [Yasin : 82]
Jadi, apapun yang dikehendaki oleh Allah, niscaya terjadi, sedangkan apapun yang dikehendaki Allah untuk tidak terjadi, niscaya tidak terjadi.
[2]. Al-Iradah Asy-Syar'iyah
Iradah ini berkaitan dengan apa saja yang diperintahkan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya, berupa hal-hal yang dicintai dan diridhai-Nya. Iradah ini disebutkan, misalnya, dalam firman Allah Ta'ala :
Jadi, apapun yang dikehendaki oleh Allah, niscaya terjadi, sedangkan apapun yang dikehendaki Allah untuk tidak terjadi, niscaya tidak terjadi.
[2]. Al-Iradah Asy-Syar'iyah
Iradah ini berkaitan dengan apa saja yang diperintahkan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya, berupa hal-hal yang dicintai dan diridhai-Nya. Iradah ini disebutkan, misalnya, dalam firman Allah Ta'ala :
١٨٥. يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ
وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
"Artinya : Allah menghendaki kemudahan bagimu,
dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." [Al-Baqarah : 185]
Perbedaan Antara Kedua Iradah Ini.
Al-Iradah Al-Kauniyah Al-Qadariyah bersifat umum, meliputi seluruh peristiwa dan apapun yang terjadi di jagad raya ini, entah berupa kebaikan maupun keburukan, kekafiran maupun keimanan, dan ketaatan maupun kemaksiatan.
Adapun Al-Iradah Ad-Diniyah Asy-Syar'iyah bersifat khusus berkaitan dengan apa saja yang dicintai dan diridhai oleh Allah, yang dijelaskan di dalam Al-Kitab dan As-sunah.
Kedua Iradah di atas berpadu pada diri seorang hamba yang taat. Adapun orang yang bermaksiat dan kafir hanya mengikuti Al-Iradah Al-Kauniyah Al-Qadariyah. Artinya, ketaatan seseorang itu sesuai dengan iradah (kehendak) Allah, baik Al-Iradah Ad-Diniyah Asy-Syar'iyah maupun Al-Iradah Al-Kauniyah Al-Qadariyah. Adapun orang kafir, perbuatannya itu sesuai dengan iradah kauniyah qadariyah, tetapi tidak sesuai dengan iradah diniyah syar'iyah. [1]
[13]. Sifat Al-Mahabbah (Cinta) [14]. Al-Mawaddah (Cinta yang Murni)
Perbedaan Antara Kedua Iradah Ini.
Al-Iradah Al-Kauniyah Al-Qadariyah bersifat umum, meliputi seluruh peristiwa dan apapun yang terjadi di jagad raya ini, entah berupa kebaikan maupun keburukan, kekafiran maupun keimanan, dan ketaatan maupun kemaksiatan.
Adapun Al-Iradah Ad-Diniyah Asy-Syar'iyah bersifat khusus berkaitan dengan apa saja yang dicintai dan diridhai oleh Allah, yang dijelaskan di dalam Al-Kitab dan As-sunah.
Kedua Iradah di atas berpadu pada diri seorang hamba yang taat. Adapun orang yang bermaksiat dan kafir hanya mengikuti Al-Iradah Al-Kauniyah Al-Qadariyah. Artinya, ketaatan seseorang itu sesuai dengan iradah (kehendak) Allah, baik Al-Iradah Ad-Diniyah Asy-Syar'iyah maupun Al-Iradah Al-Kauniyah Al-Qadariyah. Adapun orang kafir, perbuatannya itu sesuai dengan iradah kauniyah qadariyah, tetapi tidak sesuai dengan iradah diniyah syar'iyah. [1]
[13]. Sifat Al-Mahabbah (Cinta) [14]. Al-Mawaddah (Cinta yang Murni)
١٩٥. وَأَحْسِنُوَاْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ
الْمُحْسِنِينَ
"Artinya : Dan berbuat baiklah, sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik." [Al-Baqarah : 195]
Cinta Allah itu merupakan sifat yang sesuai dengan keagungan-Nya, sebagaimana telah dijelaskan di muka. la merupakan sifat Fi'liyah, yang muncul disebabkan dilaksanakannya perintah Allah, yaitu ibadah kepada Allah dengan baik dan perbuatan baik kepada hamba-hamba-Nya. Demikian halnya sifat Mawaddah. Karena Allah berfirman :
Cinta Allah itu merupakan sifat yang sesuai dengan keagungan-Nya, sebagaimana telah dijelaskan di muka. la merupakan sifat Fi'liyah, yang muncul disebabkan dilaksanakannya perintah Allah, yaitu ibadah kepada Allah dengan baik dan perbuatan baik kepada hamba-hamba-Nya. Demikian halnya sifat Mawaddah. Karena Allah berfirman :
١٤. وَهُوَ الْغَفُورُ الْوَدُودُ
"Artinya : Dan Dia Maha Pengampun dan Maha
Pencinta dengan kecintaan yang murni." [Al-Buruj : 14]
Al-Wudd artinya kecintaan yang bersih dan murni.
[15]. Sifat Ar-Rahmah (Kasih Sayang), [16]. Al-Maghfirah (Mengampuni)
Al-Wudd artinya kecintaan yang bersih dan murni.
[15]. Sifat Ar-Rahmah (Kasih Sayang), [16]. Al-Maghfirah (Mengampuni)
٧. رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ
رَّحْمَةً وَعِلْماً
"Artinya : Wahai Rabb kami, rahmat dan ilmu
Engkau meliputi sesutu." [Ghafir : 7]
١٠٧. وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
"Artinya : Dan Dia Yang memberikan ampunan dan
sayang." [Yunus : 107]
Pada ayat pertama, Allah menetapkan sifat rahmah bagi diri-Nya, sedangkan pada ayat kedua, Allah Subhanallahu wa ta'ala menetapkan sifat Maghfirah. Kita menetapkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi diri-Nya, dengan artian yang layak bagi-Nya
Pada ayat pertama, Allah menetapkan sifat rahmah bagi diri-Nya, sedangkan pada ayat kedua, Allah Subhanallahu wa ta'ala menetapkan sifat Maghfirah. Kita menetapkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi diri-Nya, dengan artian yang layak bagi-Nya
Foote Note.
[1]. "Al-Aqidah Ath-Thawiyah, hal.116, Syarh Al-Wasithiyah Al-Haras, hal. 52 dan Al-Ushuliyah, hal.48
[1]. "Al-Aqidah Ath-Thawiyah, hal.116, Syarh Al-Wasithiyah Al-Haras, hal. 52 dan Al-Ushuliyah, hal.48
Sifat : Ar-Ridha, Al-Ghadhab. As-Sukht,
Al-La'n, Al-Karahiyah, Al-Wajhu, Al-Yadain, Al-Ainain
[17]. Sifat Ar-Ridha [18]. Al-Ghadhab (Marah) [19]. As-Sukht (Murka)
[20]. Al-La'an (Melaknat) [2l]. Al-Karahiyah (Benci) [22]. Al-Asaf (Marah) [23]. Al-Maqt (Murka)
[17]. Sifat Ar-Ridha [18]. Al-Ghadhab (Marah) [19]. As-Sukht (Murka)
[20]. Al-La'an (Melaknat) [2l]. Al-Karahiyah (Benci) [22]. Al-Asaf (Marah) [23]. Al-Maqt (Murka)
٨. رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا
عَنْهُ
"Artinya : Allah meridhai mereka dan mereka
pun ridha kepada-Nya." [Al-Bayyinah : 8]
٩٣. وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِناً
مُّتَعَمِّداً فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِداً فِيهَا وَغَضِبَ اللّهُ عَلَيْهِ
وَلَعَنَهُ
"Artinya : Dan siapa membunuh seorang mukmin
secara sengaja, maka balasannya adalah Jahannam, ia kekal di dalamnya, sedangkan
Allah marah dan melaknatnya." [An-Nisa' : 93]
٢٨. ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا
أَسْخَطَ اللَّهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ
"Artinya : Itu dikarenakan mereka mengikuti
apa yang menjadikan Allah murka dan mereka membenci keridhaan-Nya." [Muhammad :
28]
٥٥. فَلَمَّا آسَفُونَا انتَقَمْنَا
مِنْهُمْ فَأَغْرَقْنَاهُمْ أَجْمَعِينَ
"Artinya : Maka ketika mereka telah
menyebabkan Kami marah, maka Kami menghukum mereka." [Az-Zukhruf :
55]
٣. كَبُرَ مَقْتاً عِندَ اللَّهِ أَن
تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
"Artinya : Amat besarlah kemurkaan di sisi
Allah, jika kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan." [Ash-Shaf :
3]
٤٦. وَلَـكِن كَرِهَ اللّهُ انبِعَاثَهُمْ
"Artinya : Tetapi Allah membenci keberangkatan
mereka." [At-Taubah : 46]
Dalam ayat-ayat ini, Allah menetapkan bagi diri-Nya sifat Al-Ghadhab, marah, As-Sukht, murka, Ar- Ridha, Al-La'an (melaknat), Al-Karahiyah (benci), Al- Asaf (marah), serta Al-Maqt (murka). Ini semua merupakan sifat-sifat Af'al (perbuatan) yang dilakukan oleh Allah 'Azza wa Jalla, bila Dia menghendaki. Selain menetapkan sifat-sifat Dzatiyah bagi Allah, Ahlus Sunnah wal Jama'ah juga menetapkan sifat-sifat Fi'liyah-Nya yang bersifat ikhtiyari (pilihan), dengan makna yang layak dengan keagungan-Nya.
[24]. Al-Maji' (Tiba) [25]. Al-Ityan (Datang)
Dalam ayat-ayat ini, Allah menetapkan bagi diri-Nya sifat Al-Ghadhab, marah, As-Sukht, murka, Ar- Ridha, Al-La'an (melaknat), Al-Karahiyah (benci), Al- Asaf (marah), serta Al-Maqt (murka). Ini semua merupakan sifat-sifat Af'al (perbuatan) yang dilakukan oleh Allah 'Azza wa Jalla, bila Dia menghendaki. Selain menetapkan sifat-sifat Dzatiyah bagi Allah, Ahlus Sunnah wal Jama'ah juga menetapkan sifat-sifat Fi'liyah-Nya yang bersifat ikhtiyari (pilihan), dengan makna yang layak dengan keagungan-Nya.
[24]. Al-Maji' (Tiba) [25]. Al-Ityan (Datang)
٢١٠. هَلْ يَنظُرُونَ إِلاَّ أَن
يَأْتِيَهُمُ اللّهُ فِي ظُلَلٍ مِّنَ الْغَمَامِ وَالْمَلآئِكَةُ وَقُضِيَ
الأَمْرُ
"Artinya : Tiada yang mereka nanti-nantikan
melainkan kedatangan Allah dan malaikat (pada hari kiamat) dalam naungan awan,
dan diputuskanlah perkaranya." [Al-Baqarah : 210]
٢١. كَلَّا إِذَا دُكَّتِ الْأَرْضُ دَكّاً
دَكّاً. ٢٢. وَجَاء رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفّاً صَفّاً
"Artinya : Jangan (berbuat demikian). Apabila
bumi digoncangkan berturut-turut. Dan tibalah Rabbmu sedangkan malaikat
berbaris-baris." [Al-Fajr : 21-22]
Ayat-ayat yang disebutkan oleh penulis ini, juga ayat-ayat yang lain, memuat penetapan sifat Al-Maji' (tiba') dan Al-ltyan (datang), demikian pula sifat An-Nuzul (turun), sesuai dengan makna yang layak dengan keagungan Allah Ta'ala. Perbuatan-perbuatan ikhtiari ini dilakukan berkaitan dengan Al-Masyi'ah (kehendak) dan Al-Qudrah (kemampuan) Allah.
[26]. Sifat Al-Wajhu (Wajah), [27]. Al-Yadain (Dua Tangan), [28]. Al-'Ainain (Dua Mata)
Ayat-ayat yang disebutkan oleh penulis ini, juga ayat-ayat yang lain, memuat penetapan sifat Al-Maji' (tiba') dan Al-ltyan (datang), demikian pula sifat An-Nuzul (turun), sesuai dengan makna yang layak dengan keagungan Allah Ta'ala. Perbuatan-perbuatan ikhtiari ini dilakukan berkaitan dengan Al-Masyi'ah (kehendak) dan Al-Qudrah (kemampuan) Allah.
[26]. Sifat Al-Wajhu (Wajah), [27]. Al-Yadain (Dua Tangan), [28]. Al-'Ainain (Dua Mata)
٢٧. وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو
الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
"Artinya : Dan tetap kekal Wajah Rabbmu yang
mempunyai kebesaran dan kemuliaan." [Ar-Rahman : 27]
٤٨. وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ
بِأَعْيُنِنَا
"Artinya : Dan bersabarlah dalam menunggu
ketetapan Rabbmu, sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Mata Kami"
[Ath-Thur : 48]
٧٥. مَا مَنَعَكَ أَن تَسْجُدَ لِمَا
خَلَقْتُ بِيَدَيَّ
"Artinya : Apakah yang menghalangi kamu sujud
kepada (Adam) yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku." [Shad :
75]
Dalam ayat-ayat ini terkandung penetapan wajah, dua tangan, dan dua mata bagi Allah Ta'ala, dengan sifat yang sesuai dengan kebesaran-Nya. Adapun hadits yang menunjukkan sifat dua mata ini, adalah sabda Nabi Sallallahu 'alaihi wassalam :
Artinya : Sesungguhnya Rabbmu tidak buta sebelah matanya." [1]
Dalam ayat-ayat ini terkandung penetapan wajah, dua tangan, dan dua mata bagi Allah Ta'ala, dengan sifat yang sesuai dengan kebesaran-Nya. Adapun hadits yang menunjukkan sifat dua mata ini, adalah sabda Nabi Sallallahu 'alaihi wassalam :
Artinya : Sesungguhnya Rabbmu tidak buta sebelah matanya." [1]
Foote Note.
[1]. Fathul Bari XII/91 dan Muslim IV/2248
[1]. Fathul Bari XII/91 dan Muslim IV/2248
Sifat : Al-Makru, Al-Kaid, Al-'Afwu,
Al-Maghfirah, Al-Izzah Dan Al-Qudrah
[29]. Sifat Al-Makru (Makar) [30]. Al-Kaid (Tipu Daya)
[29]. Sifat Al-Makru (Makar) [30]. Al-Kaid (Tipu Daya)
٥٤. وَمَكَرُواْ وَمَكَرَ اللّهُ وَاللّهُ
خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
"Artinya : Mereka (orang-orang kafir itu)
membuat makar, dan Allah membalas makar mereka. Dan Allah sebaik-baik pembuat
makar." [Ali Imran : 54]
١٥. إِنَّهُمْ يَكِيدُونَ كَيْداً. ١٦.
وَأَكِيدُ كَيْداً
"Artinya : Sesungguhnya mereka (orang-orang
kafir itu) merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya. Dan Aku
pun merencanakan tipu daya pula, dengan sebenar-benarnya." [Ath-Thariq :
15-16]
١٣. وَهُوَ شَدِيدُ الْمِحَالِ
"Artinya : Dan Dia-lah Dzat Yang Maha keras
tipu daya-Nya." [Ar-Ra'd : 13]
Allah telah menetapkan bagi diri-Nya sifat-sifat yang tersebut dalam ayat-ayat tersebut, yaitu : Makar, Al-Kaid (tipu daya), dan Al-Mumahalah (tipu daya). Ini semua merupakan sifat Fi'liyah yang ada pada Allah, dengan makna yang sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya. Namun, dari sifat-sifat Fi'liyah ini tidak boleh diambil nama, sehingga tidak boleh mengatakan : bahwa salah satu nama-Nya adalah Al-Makir (Maha Makar), atau Al-Kaaid (Yang Maha Menipu Daya), karena nama tersebut tidak disebutkan. Kita berhenti pada apa yang tersebut saja, yaitu bahwa Dia Subhanallahu wa ta'ala adalah sebaik-baik pembuat makar dan bahwa Dia merencanakan tipu daya terhadap musuh-musuh-Nya yang kafir itu. Jadi Allah mensifati diri-Nya dengan sifat makar dan menipu daya sebagai balasan, sebagaimana dalam firman-Nya :
Allah telah menetapkan bagi diri-Nya sifat-sifat yang tersebut dalam ayat-ayat tersebut, yaitu : Makar, Al-Kaid (tipu daya), dan Al-Mumahalah (tipu daya). Ini semua merupakan sifat Fi'liyah yang ada pada Allah, dengan makna yang sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya. Namun, dari sifat-sifat Fi'liyah ini tidak boleh diambil nama, sehingga tidak boleh mengatakan : bahwa salah satu nama-Nya adalah Al-Makir (Maha Makar), atau Al-Kaaid (Yang Maha Menipu Daya), karena nama tersebut tidak disebutkan. Kita berhenti pada apa yang tersebut saja, yaitu bahwa Dia Subhanallahu wa ta'ala adalah sebaik-baik pembuat makar dan bahwa Dia merencanakan tipu daya terhadap musuh-musuh-Nya yang kafir itu. Jadi Allah mensifati diri-Nya dengan sifat makar dan menipu daya sebagai balasan, sebagaimana dalam firman-Nya :
٤٠. وَجَزَاء سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ
مِّثْلُهَا
"Artinya : Dan balasan suatu kejahatan adalah
kejahatan yang serupa." [Asy-Syura : 40]
Sifat tersebut termasuk dalam kategori ini, yaitu menimpakan makar dan tipu muslihat kepada siapa yang layak, sebagai hukuman baginya. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengakui untuk diri-Nya perbuatan-perbuatan, akan tetapi Dia tidak menamai diri-Nya dengan isim fa'il dari perbuatan-perbuatan tersebut. Misalnya : Araada, -menghendaki- , syaa'a, -menghendaki-, ahdatsa, -mengadakan- , akan tetapi Allah tidak menyebut diri-Nya dengan nama Asy-Syaa'i (Yang Menghendaki), Al-Murid (Yang Menghendaki), Al-Muhdits (Yang Mengadakan). Dia juga tidak menyebut diri-Nya dengan nama Ash-Shani' (Yang Membuat), Al-Fail (Yang Berbuat), Al-Mutqin (Yang Membuat dengan kokoh), dan nama-nama lain yang diambil dari perbuatan-perbuatan yang dinyatakan Allah sebagai perbuatan diri-Nya. Jadi, bab Af'al (perbuatan-perbuatan), lebih luas daripada bab Asma' (nama-nama). Tetapi, apa yang dinyatakan oleh Allah untuk diri-Nya, maka kitapun meyakininya, misalnya firman-Nya :
Sifat tersebut termasuk dalam kategori ini, yaitu menimpakan makar dan tipu muslihat kepada siapa yang layak, sebagai hukuman baginya. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengakui untuk diri-Nya perbuatan-perbuatan, akan tetapi Dia tidak menamai diri-Nya dengan isim fa'il dari perbuatan-perbuatan tersebut. Misalnya : Araada, -menghendaki- , syaa'a, -menghendaki-, ahdatsa, -mengadakan- , akan tetapi Allah tidak menyebut diri-Nya dengan nama Asy-Syaa'i (Yang Menghendaki), Al-Murid (Yang Menghendaki), Al-Muhdits (Yang Mengadakan). Dia juga tidak menyebut diri-Nya dengan nama Ash-Shani' (Yang Membuat), Al-Fail (Yang Berbuat), Al-Mutqin (Yang Membuat dengan kokoh), dan nama-nama lain yang diambil dari perbuatan-perbuatan yang dinyatakan Allah sebagai perbuatan diri-Nya. Jadi, bab Af'al (perbuatan-perbuatan), lebih luas daripada bab Asma' (nama-nama). Tetapi, apa yang dinyatakan oleh Allah untuk diri-Nya, maka kitapun meyakininya, misalnya firman-Nya :
١٦. فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيدُ
"Artinya : Maha Kuasa berbuat apa yang
dikehendaki-Nya [Al-Buruj : 16]
٨٨. صُنْعَ اللَّهِ الَّذِي أَتْقَنَ
كُلَّ شَيْءٍ
Artinya : Begitulah perbuatan Allah yang
membuat dengan kokoh segala sesuatu." [An-Naml : 88]
[31]. Sifat Al-'Afwu (Memaafkan) [32]. Al-Maghfirah (Mengampuni) [34] Al-'Izzah (Mulia) Dan Al- Qudrah (Kuasa, Mampu)
[31]. Sifat Al-'Afwu (Memaafkan) [32]. Al-Maghfirah (Mengampuni) [34] Al-'Izzah (Mulia) Dan Al- Qudrah (Kuasa, Mampu)
١٤٩. إِن تُبْدُواْ خَيْراً أَوْ تُخْفُوهُ
أَوْ تَعْفُواْ عَن سُوَءٍ فَإِنَّ اللّهَ كَانَ عَفُوّاً قَدِيراً
"Artinya : Jika kamu menyatakan sesuatu
kebaikan, menyembunyikan, atau memaafkan suatu kesalahan (orang lain), maka
sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa." [An-Nisa' : 149]
٨. وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ
وَلِلْمُؤْمِنِينَ
"Artinya : Padahal, kemuliaan hanyalah bagi
Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman." [Al-Munafiqun : 8]
٢٢. أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ اللَّهُ
لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
"Artinya : Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah
mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [An-Nur :
22]
Dalam ayat-ayat di atas, Allah Subhanallahu wa ta'ala menetapkan bagi diri-Nya sifat Al-'afwu (memaafkan), Al-maghfirah (mengampuni), Al-'Jzzah (mulia), dan Al-Qudrah (kuasa, mampu), karena itu kita pun meyakininya sebagai sifat Allah, dengan makna yang layak bagi-Nya, tidak ada satupun dari makhluk-makhluk-Nya yang menyerupai sifat-sifat tersebut.[1]
Dalam ayat-ayat di atas, Allah Subhanallahu wa ta'ala menetapkan bagi diri-Nya sifat Al-'afwu (memaafkan), Al-maghfirah (mengampuni), Al-'Jzzah (mulia), dan Al-Qudrah (kuasa, mampu), karena itu kita pun meyakininya sebagai sifat Allah, dengan makna yang layak bagi-Nya, tidak ada satupun dari makhluk-makhluk-Nya yang menyerupai sifat-sifat tersebut.[1]
Foote Note.
[1]. Ar-Raudhah An-Nadiyah, hal.115, Al-Kawasyif Al-Jaliyah, hal.267, dan Mukhtashar Ash-Shawaiq Al-Mursalah Ala Al-Jahmiyahwal Mu'athilah, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah II/31-35
[1]. Ar-Raudhah An-Nadiyah, hal.115, Al-Kawasyif Al-Jaliyah, hal.267, dan Mukhtashar Ash-Shawaiq Al-Mursalah Ala Al-Jahmiyahwal Mu'athilah, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah II/31-35
Sifat : Al-Istiwa, Al-Uluw, Al-Maiyah Dan
Al-Kalam
[35]. Sifat Al-Istiwa' (Bersemayam) [36]. Al-'Uluw (Tinggi)
[35]. Sifat Al-Istiwa' (Bersemayam) [36]. Al-'Uluw (Tinggi)
٥. الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Artinya : Allah Yang Maha Pemurah, Yang
bersemayam di atas 'Arsy." [Thaha : 5]
Sifat itu disebutkan oleh Allah Subhanallahu wa ta’ala di tujuh tempat dalam kitab-Nya dan kita meyakini apa yang telah ditegaskan oleh Allah bagi diri-Nya. Kita mengatakan bahwa Dia benar-benar bersemayam, dengan sifat bersemayam yang layak dengan kebesaran-Nya. Bersemayam itu telah diketahui artinya, bagaimananya tidak diketahui, mengimaninya merupakan kewajiban, sedangkan bertanya mengenainya adalah bid'ah, dan inilah madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah.[1]
Sifat itu disebutkan oleh Allah Subhanallahu wa ta’ala di tujuh tempat dalam kitab-Nya dan kita meyakini apa yang telah ditegaskan oleh Allah bagi diri-Nya. Kita mengatakan bahwa Dia benar-benar bersemayam, dengan sifat bersemayam yang layak dengan kebesaran-Nya. Bersemayam itu telah diketahui artinya, bagaimananya tidak diketahui, mengimaninya merupakan kewajiban, sedangkan bertanya mengenainya adalah bid'ah, dan inilah madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah.[1]
١٠. إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ
الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
"Artinya : Kepada-Nyalah naik
perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalih dinaikkan-Nya." [Fathir :
10]
Al-Uluw (Tinggi) merupakan sifat Dzatiy bagi Allah Ta'ala. dia memiliki ketinggian absolut : ketinggian dzat, ketinggian kekuasaan, dan ketinggian pemaksaan [2] dalam hadits disebutkan :
"'Artinya : Arsy itu -di atas air, sedangkan Allah di atas 'Arsy dan Dia mengetahui apa yang kamu di atasnya." [3]
[37]. Sifat Al-Ma'iyah (Kebersamaan) Bagi Allah Ta'ala
Al-Uluw (Tinggi) merupakan sifat Dzatiy bagi Allah Ta'ala. dia memiliki ketinggian absolut : ketinggian dzat, ketinggian kekuasaan, dan ketinggian pemaksaan [2] dalam hadits disebutkan :
"'Artinya : Arsy itu -di atas air, sedangkan Allah di atas 'Arsy dan Dia mengetahui apa yang kamu di atasnya." [3]
[37]. Sifat Al-Ma'iyah (Kebersamaan) Bagi Allah Ta'ala
٤. هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا
يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاء وَمَا
يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ
بَصِيرٌ
"Artinya : Dialah yang menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa; kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia rnengetahui apa
yang rnasuk ke dalam bumi dan apa yang keluar darinya, juga apa yang turun dari
langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu
berada. Dan Allah Maha Meihat apa yang kamu kerjakan." [Al-Hadid : 4]
١٢٨. إِنَّ اللّهَ مَعَ الَّذِينَ
اتَّقَواْ وَّالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ
"Artinya : Sesungguhnya Allah bersama
orang-orang yang bertakwa 'dan orang-orang yang berbuat kebaikan." [An-Nahl :
128]
Dalam ayat-ayat ini, kita menemukan bahwa Allah Ta'ala telah menetapkan bagi diri-Nya sifat Al-Ma'iyah (kebersamaan). Ma'iyah ini terbagi menjadi dua macam :
[1]. Kebersamaan Allah dengan seluruh makhluk, yang konsekuensinya berupa sifat Al-llmu (mengetahui), Al-lhathah (meliputi), dan Al-Ithla' (melihat). Dalil kebersamaan ini adalah apa yang terkandung dalam surah Al-Hadid di depan.
[2]. Kebersamaan Allah khusus dengan orang-orang yang beriman dan bertakwa, yang konsekwensinya berupa penjagaan, perhatian, dan pertolongan. Kebersamaan yang umum, termasuk salah satu sifat Dzatiyah, sedangkan kebersamaan yang khusus, termasuk salah satu sifat Fi'liyah. Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Sesungguhnya, bila seseorang dari kamu berdiri dalam shalatnya, maka ia sesungguhnya bermunajat kepada Rabbnya. Rabbnya berada diantara dirinya dan kiblat. Karena itu, janganlah salah seorang dari kamu meludah di hadapan wajahnya, tetapi hendaklah ia meludah di sebelah kirinya atau di bawah kedua telapak kakinya." Dalam riwayat lain, "... atau di bawah telapak kaki kirinya."[4]
" Artinya : Yang kamu seru dalam doamu lebih dekat kepada salah seorang dari kamu, daripada leher kendaraan tunggangan salah seorang dari kamu." [5]
[38]. Sifat Al-Kalam (Berbicara)
Dalam ayat-ayat ini, kita menemukan bahwa Allah Ta'ala telah menetapkan bagi diri-Nya sifat Al-Ma'iyah (kebersamaan). Ma'iyah ini terbagi menjadi dua macam :
[1]. Kebersamaan Allah dengan seluruh makhluk, yang konsekuensinya berupa sifat Al-llmu (mengetahui), Al-lhathah (meliputi), dan Al-Ithla' (melihat). Dalil kebersamaan ini adalah apa yang terkandung dalam surah Al-Hadid di depan.
[2]. Kebersamaan Allah khusus dengan orang-orang yang beriman dan bertakwa, yang konsekwensinya berupa penjagaan, perhatian, dan pertolongan. Kebersamaan yang umum, termasuk salah satu sifat Dzatiyah, sedangkan kebersamaan yang khusus, termasuk salah satu sifat Fi'liyah. Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Sesungguhnya, bila seseorang dari kamu berdiri dalam shalatnya, maka ia sesungguhnya bermunajat kepada Rabbnya. Rabbnya berada diantara dirinya dan kiblat. Karena itu, janganlah salah seorang dari kamu meludah di hadapan wajahnya, tetapi hendaklah ia meludah di sebelah kirinya atau di bawah kedua telapak kakinya." Dalam riwayat lain, "... atau di bawah telapak kaki kirinya."[4]
" Artinya : Yang kamu seru dalam doamu lebih dekat kepada salah seorang dari kamu, daripada leher kendaraan tunggangan salah seorang dari kamu." [5]
[38]. Sifat Al-Kalam (Berbicara)
١٦٤. وَكَلَّمَ اللّهُ مُوسَى تَكْلِيماً
"Artinya : Dan Allah berbicara kepada Musa
dengan langsung." [An-Nisa' : 164]
Ayat ini, juga ayat-ayat lain yang disebutkan oleh penulis, menunjukkan bahwa Allah benar-benar berbicara dengan pembicaraan yang sesuai dengan kebesaran-Nya. Dia berbicara bila Dia menghendaki, tentang apa yang Dia kehendaki, dan kapan saja Dia menghendaki. Dia, benar-benar telah berbicara dengan Al-Qur'an dan kitab-kitab lain yang diturunkan kepada para nabi 'alaihimush shalatu wassalam. Al-Qur'an adalah kalam-Nya Subhanahu wa Ta'ala , dirurunkan, bukan makhluk, bermula dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Bila manusia menulis Al-Qur'an di mushaf atau membacanya, maka hal itu tidak merubah keberadaannya sebagai Kalam Allah. Karena perkataan itu disandarkan kepada siapa yang mengatakannya pertama kali, bukan kepada siapa yang menyampaikannya. Allah telah berbicara dengan huruf-hurufnya dan makna-maknanya, dengan lafazh dari diri-Nya sendiri, tidak sedikit pun dari hal itu yang berasal dari selain-Nya. Jadi, Allah Subhanahu wa Ta'ala berbicara dengan perkataan yang dari segi jenisnya adalah Qodim , akan tetapi dari segi satu persatunya adalah Hadits (baru), dan Dia terus-menerus berbicara dengan huruf, suara, dan perkataan yang didengar oleh siapa saja di antara makhluk-Nya yang Dia kehendaki. Dia akan berbicara kepada orang-orang mukmin pada Hari Kiamat dan sebaliknya mereka berbicara kepada-Nya. Pembicaraan-Nya terjadi dengan dzat-Nya dan merupakan sifat Dzat sekaligus sifat perbuatan, karena itu ia masih dan akan terus berbicara apabila la menghendaki, dengan pembicaraan yang sesuai dengan kebesaran-Nya [6] Nabi Sallallahu ‘alaihi wassalam telah bersabda :
"Artinya : Tidak ada seorang pun di antara kamu, kecuali Rabb-nya akan berbicara dengannya, tanpa perantara seorang penerjemah.[7]
Beliau juga bersabda : Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
" Artinya : Wahai Adam! "Adam alaihissalam menjawab, "Ku-penuhi panggilan-Mu, saya sangat berbahagia menjumpai-Mu, dan segala kebaikan berada di kedua tangan-Mu."Nabi bersabda : Lalu Allah berfirman, "Keluarkanlah utusan naarl" Adam bertanya, "Apakah utusan naar itu !" Allah menjawab, "Untuk setiap seribu orang, ada 999 orang." Nabi bersabda, "Itulah hari dimana anak kecil beruban, setiap wanita yang hamil melahirkan kandungannya, dan kamu melihat manusia mabuk padahal mereka tidak mabuk, akan tetapi siksa Allah itu sangat keras." [8]
Ayat ini, juga ayat-ayat lain yang disebutkan oleh penulis, menunjukkan bahwa Allah benar-benar berbicara dengan pembicaraan yang sesuai dengan kebesaran-Nya. Dia berbicara bila Dia menghendaki, tentang apa yang Dia kehendaki, dan kapan saja Dia menghendaki. Dia, benar-benar telah berbicara dengan Al-Qur'an dan kitab-kitab lain yang diturunkan kepada para nabi 'alaihimush shalatu wassalam. Al-Qur'an adalah kalam-Nya Subhanahu wa Ta'ala , dirurunkan, bukan makhluk, bermula dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Bila manusia menulis Al-Qur'an di mushaf atau membacanya, maka hal itu tidak merubah keberadaannya sebagai Kalam Allah. Karena perkataan itu disandarkan kepada siapa yang mengatakannya pertama kali, bukan kepada siapa yang menyampaikannya. Allah telah berbicara dengan huruf-hurufnya dan makna-maknanya, dengan lafazh dari diri-Nya sendiri, tidak sedikit pun dari hal itu yang berasal dari selain-Nya. Jadi, Allah Subhanahu wa Ta'ala berbicara dengan perkataan yang dari segi jenisnya adalah Qodim , akan tetapi dari segi satu persatunya adalah Hadits (baru), dan Dia terus-menerus berbicara dengan huruf, suara, dan perkataan yang didengar oleh siapa saja di antara makhluk-Nya yang Dia kehendaki. Dia akan berbicara kepada orang-orang mukmin pada Hari Kiamat dan sebaliknya mereka berbicara kepada-Nya. Pembicaraan-Nya terjadi dengan dzat-Nya dan merupakan sifat Dzat sekaligus sifat perbuatan, karena itu ia masih dan akan terus berbicara apabila la menghendaki, dengan pembicaraan yang sesuai dengan kebesaran-Nya [6] Nabi Sallallahu ‘alaihi wassalam telah bersabda :
"Artinya : Tidak ada seorang pun di antara kamu, kecuali Rabb-nya akan berbicara dengannya, tanpa perantara seorang penerjemah.[7]
Beliau juga bersabda : Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
" Artinya : Wahai Adam! "Adam alaihissalam menjawab, "Ku-penuhi panggilan-Mu, saya sangat berbahagia menjumpai-Mu, dan segala kebaikan berada di kedua tangan-Mu."Nabi bersabda : Lalu Allah berfirman, "Keluarkanlah utusan naarl" Adam bertanya, "Apakah utusan naar itu !" Allah menjawab, "Untuk setiap seribu orang, ada 999 orang." Nabi bersabda, "Itulah hari dimana anak kecil beruban, setiap wanita yang hamil melahirkan kandungannya, dan kamu melihat manusia mabuk padahal mereka tidak mabuk, akan tetapi siksa Allah itu sangat keras." [8]
Foote Note.
[1]. “Fatawa” Ibnu Taimiyah V/144
[2]. “Ar-Raudhah An-Nadiyah”, hal.131
[3]. Hadits diriwayatkan oleh Abu Daud. Lihat “Aunul Ma’bud” XIII/14. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani dalam”Mukhtashar Al-‘Uluw lil “Aliyyi Al-Ghaffar”, hal.103
[4]. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, “Fathul Bari” I/84 dan Muslim IV/2303
[5]. Fathul Bari XI/500 dan Muslim IV/2077, lafazh ini milik Muslim. Lihat Fatawa Ibnu Taimiyah V/103
[6]. “Ar-Raudhah An-Nadiyah”, 146, “Al-Ajwibah Al-Ushuliyah”, 93, dan “Syarh Al-Wasithiyah”, Al-Haras, hal.96
[7]. Diriwayatkan Al-Bukhari, “Fathul Bari” XI/377 dan Muslim I/201
[8]. Diriwayatkan Al-Bukhari, “Fathul Bari” XI/377 dan Muslim I/201
[1]. “Fatawa” Ibnu Taimiyah V/144
[2]. “Ar-Raudhah An-Nadiyah”, hal.131
[3]. Hadits diriwayatkan oleh Abu Daud. Lihat “Aunul Ma’bud” XIII/14. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani dalam”Mukhtashar Al-‘Uluw lil “Aliyyi Al-Ghaffar”, hal.103
[4]. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, “Fathul Bari” I/84 dan Muslim IV/2303
[5]. Fathul Bari XI/500 dan Muslim IV/2077, lafazh ini milik Muslim. Lihat Fatawa Ibnu Taimiyah V/103
[6]. “Ar-Raudhah An-Nadiyah”, 146, “Al-Ajwibah Al-Ushuliyah”, 93, dan “Syarh Al-Wasithiyah”, Al-Haras, hal.96
[7]. Diriwayatkan Al-Bukhari, “Fathul Bari” XI/377 dan Muslim I/201
[8]. Diriwayatkan Al-Bukhari, “Fathul Bari” XI/377 dan Muslim I/201
Tidak ada komentar:
Posting Komentar