Syeikh Abdullah bin Abdurrahman al Jibrin- rahimahullah- mendapatkan pertanyaan sebagai
Alangkah baiknya jika anda menjelaskan kapan seorang itu menjadi ahli bid’ah. Artinya seandainya ada orang yang melakukan perbuatan bid’ah menurut penilaian sebagian ulama
sedangkan sebagian ulama ahli sunah yang lain tidak menilai perbuatan tersebut sebagai bid’ah. Dengan bahasa lain, status orang tersebut diperselisihkan (apakah melakukan bid’ah ataukah tidak) oleh dua kelompok ulama.
Apa yang menjadi tolak ukur dalam kasus semacam ini?”
Jawaban beliau :
ﻻ ﺷﻚ ﺃﻥ ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﺗﺘﻔﺎﻭﺕ:
ﻓﺄﻣﺎ ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﺍﻻﻋﺘﻘﺎﺩﻳﺔ
ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻘﺎﻝ ﻟﺼﺎﺣﺒﻬﺎ ﻣﺒﺘﺪﻉ
ﻛﺒﺪﻋﺔ ﺍﻟﻤﺮﺟﺌﺔ ﺍﻟﺬﻳﻦ
ﻳﺮﺟﺌﻮﻥ ﺍﻷﻋﻤﺎﻝ ﻣﻦ
ﺍﻹﻳﻤﺎﻥ ﺃﻭ ﻳﻐﻠﺒﻮﻥ ﺟﺎﻧﺐ
ﺍﻟﺮﺟﺎﺀ ﻓﻴﺒﻴﺤﻮﻥ ﺍﻟﻤﻌﺎﺻﻲ
ﻭ ﺍﻹﻛﺜﺎﺭ ﻣﻨﻬﺎ.ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ
ﻛﺬﻟﻚ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻘﺎﻝ:ﻫﺬﺍ ﻣﻦ
ﺍﻟﻤﺮﺟﺌﺔ ﺍﻟﻤﺒﺘﺪﻋﺔ.
ﻭ ﻛﺬﻟﻚ ﺑﺪﻋﺔ ﺍﻟﻮﻋﻴﺪﻳﺔ ﻣﻦ
ﺍﻟﺨﻮﺍﺭﺝ ﻭ ﺍﻟﻤﻌﺘﺰﻟﺔ.
ﻓﻤﻨﻬﻢ ﻳﻐﻠﺒﻮﻥ ﺟﺎﻧﺐ ﺍﻟﻮﻋﻴﺪ
ﻭ ﻳﺮﺟﺤﻮﻥ ﺩﺧﻮﻝ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻭ
ﻳﺨﻠﺪﻭﻥ ﻓﻴﻬﺎ ﺃﻫﻞ
ﺍﻟﻤﻌﺎﺻﻲ ﻭ ﻛﺒﺎﺋﺮ ﺍﻟﺬﻧﻮﺏ
ﻭ ﻟﻮ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ
ﺍﻟﺘﻮﺣﻴﺪ.
ﻭ ﻛﺬﻟﻚ ﺑﺪﻋﺔ ﺍﻟﺮﺍﻓﻀﺔ
ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﻜﻔﺮﻭﻥ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻭ
ﻣﻦ ﻭﺍﻻﻫﻢ ﻭ ﻳﺸﺮﻛﻮﻥ
ﺑﺎﻟﻠﻪ ﺣﻴﺚ ﻳﺪﻋﻮﻥ ﻋﻠﻴﺎ ﻭ
ﺃﺋﻤﺘﻬﻢ ﻣﻦ ﺩﻭﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻭ
ﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ.ﻓﻬﺬﺍ ﻳﻘﺎﻝ ﻟﻪ
ﻣﺒﺘﺪﻉ.
“Tidaklah diragukanbahwa bid’ah itu
bertingkat-tingkat.
Bid’ah dalam masalah
akidah itulah bid’ah yang
menyebabkan pelakunya
divonis sebagai ahli
bid’ah
. Contohnya adalah
bid’ah murjiah. Merekalah
orang-orang yang tidak
memasukkan amal
anggota badan sebagai
bagian dari iman. Atau
mereka itu disebut
murjiah karena terlalu
menekankan sisi harapan
kepada Allah sehingga
secara tidak langsung
mereka membolehkan
orang untuk bermaksiat
atau memperbanyak
maksiat. Orang yang
terpengaruh dengan
faham murjiah, itulah
orang yang mendapat
vonis, ‘Ini adalah bagian
dari murjiah, bagian dari
para ahli bid’ah’.
Demikian pula, bid’ah
wa’idiyyah. Itulah
Khawarij dan Mu’tazilah.
Mereka lebih
mengedepankan ancaman
Allah secara umum dan
ancaman masuk neraka
secara khusus. Mereka
berkeyakinan bahwa
tukang maksiat dan
pelaku dosa besar itu
kekal di dalam neraka
meski mereka adalah
orang yang bertauhid.
Demikian pula Syiah
Rafidhah. Merekalah
orang-orang yang
mengkafirkan para
sahabat dan semua
orang yang loyal dengan
para sahabat. Mereka
adalah orang-orang yang
menyekutukan Allah
dengan berdoa kepada
Ali dan para imam Syiah
dan perbuatan yang
serupa.
Orang semacam inilah
yang disebut dengan
ahli
bid’ah.
ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﺍﻟﻌﻤﻠﻴﺔ ﻓﺈﻧﻪ
ﻻ ﻳﻘﺎﻝ ﻟﺼﺎﺣﺒﻬﺎ ﻣﺒﺘﺪﻉ ﻋﻠﻲ
ﺍﻹﻃﻼﻕ.ﻭﻟﻜﻦ ﻳﻘﺎﻝ:ﻓﻴﻪ
ﺑﺪﻋﺔ ﻛﺎﻟﺬﻳﻦ ﻳﺤﻴﻮﻥ ﻟﻴﻠﺔ
ﺍﻟﻤﻌﺮﺍﺝ ﺃﻭ ﺍﻟﻤﻮﻟﺪ ﺃﻭ
ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﺃﻭ
ﻳﺼﻠﻮﻥ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺮﻏﺎﺋﺐ ﻭ ﻣﺎ
ﺃﺷﺒﻬﻬﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﺍﻟﻌﻤﻠﻴﺔ.
Sedangkan bid’ah dalam
masalah ibadah,
pelakunya sama sekali
tidak bisa disebut
sebagai ahli bid’ah
. Akan
tetapi pelakunya kita
katakan bahwa pada
dirinya ada kebid’ahan
.
Semisal orang-orang
yang memperingati malam
Isra’ Mi’raj, Maulid Nabi,
beribadah pada malam
Nishfu Sya’ban,
melakukan shalat Raghaib
dan bid’ah-bid’ah yang
lain dalam masalah
ibadah.
ﻓﻬﻨﺎﻙ ﻓﺮﻕ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺒﺪﻉ
ﺍﻻﻋﺘﻘﺎﺩﻳﺔ ﻓﻴﻘﺎﻝ ﻟﺼﺎﺣﺒﻬﺎ
ﻣﺒﺘﺪﻉ ﻭ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﺍﻟﻌﻤﻠﻴﺔ ﻭ
ﻳﻘﺎﻝ ﻟﺼﺎﺣﺒﻬﺎ ﻓﻴﻪ ﺑﺪﻋﺔ ﻭﻻ
ﻳﺼﺪﻕ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻧﻪ ﻣﺒﺘﺪﻉ ﺑﺪﻋﺔ
ﻛﻠﻴﺔ.ﻫﺬﺍ ﻫﻮ ﺍﻟﻤﺘﺒﺎﺩﺭ.
ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ
.
Jadi ada perbedaan
antara bid’ah dalam
masalah akidah- itulah
bid’ah yang pelakunya
disebut sebagai ahli
bid’ah- dengan bid’ah
dalam masalah ibadah.
Pelaku bid’ah dalam
masalah ibadah mendapat
sebutan ‘ada bid’ah pada
dirinya’. Pelaku bid’ah
semacam ini tidak tepat
jika disebut sebagai ahli
bid’ah.
Demikian jawaban instan
yang bisa diberikan.
Wallahu a’lam”.
[Fatwa ini kami jumpai
dalam buku yang berjudul
‘Ijabah al Sa-il ‘an Ahammi
al Masa-il Ajwibah al
‘Allamah al Jibrin ‘ala As-
ilah al Imarat, hal 13-14,
terbitan Maktabah al
Ashalah wa al Turats,
Emirat Arab tahun 2008
M. Fatwa ini disampaikan
oleh Ibnu Jibrin pada
tahun 1414 H sedangkan
kata pengantar Ibnu
Jibrin untuk buku
tersebut ditulis pada
tanggal 11 Syawal 1427
H].
Artikel
http://ustadzaris.com/siapakah-yang-disebut-ahli-bidah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar