Shalat Tasbih adalah shalat untuk mensucikan Allah dari segala sekutunya agar menambah kuat iman kita dan terhindar dari perbuatan syirik. Tidak memiliki waktu tertentu, asal tidak dilakukan pada waktu yang dilarang, jumlah rakaatnya empat.Jika dilakukan pada siang hari empat rakaat dengan sekali salam dan jika dilakukan pada malam hari maka empat rakaat dengan dua kali salam (setiap dua rakaat dua kali salam). Sabda Nabi saw: "Jika kamu mampu shalat Tasbih setiap hari maka lakukanlah, jika tidak mampu maka tiap hari jum'at atau setahun sekali atau seumur hidup sekali" (HR.Abu Daud dan Ibnu Majah).
Cara melaksakan Shalat Sunnah
Tasbih:
· > Niat dalam hati berbarengan
dengan Takbiratul Ihram
· > "Aku niat shalat sunah
Tasbih karena Allah"
· > Membaca doa Iftitah, surat Al
Fatihah dan salah satu surat didalam Al Qur'an.Kemashlahatannya, rakaat pertama
membaca surat At Takatsur dan rakaat kedua membaca surat Al Ikhlas. Membaca tasbih 15 X sebelum Ruku.
· > Ruku 'dan membaca tasbih ruku'
tiga kali, kemudian membaca tasbih 10 X
· > I'tidal dan membaca bacaannya,
kemudian membaca tasbih 10 X
· > Sujud pertama dan membaca
tasbih sujud tiga kali, kemudian membaca tasbih 10 X
· > Duduk diantara dua sujud dan
membaca bacaannya, kemudian membaca tasbih 10 X
· > Sujud kedua dan membaca tasbih
sujud tiga kali, kemudian membaca tasbih 10 X
· > Duduk sejenak (duduk Istirahat)
seperti duduk diantara dua sujud dan membaca tasbih 10 X
· > Setelah membaca Tasyahhud lalu
membaca tasbih 10 X kemudian memberi salam dua kali. Rakaat-rakaat selanjutnya seperti perilaku di atas, sehingga
tiap satu rakaat 75 tasbih dikalikan empat rakaat jumlahnya 75 X 4 = 300 tasbih
·
Shalat Sunnah
Tasbih Itu Bid’ah?
·
Mohon penjelasan riwayat shalat tasbih yang tercantum dalam kitab
I’anatuth Thalibin, hal. 259 dan dalam kitab Nihayatuz Zain, hal. 115
·
Jawaban:
·
Tentang shalat tasbih yang ditanyakan, nash haditsnya adalah
sebagai berikut,
·
“Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah bersabda kepada Abbas bin Abdul
Muththalib, “Hai Abbas, hai pamanku, maukah engkau aku beri? Maukah engkau aku
kasih? Maukah engkau aku beri hadiah? Maukah engkau aku ajari sepuluh sifat
(pekerti)? Jika engkau melakukannya, Allah mengampuni dosamu: dosa yang awal
dan yang akhir, dosa yang lama dan yang baru, dosa yang tidak disengaja dan
yang disengaja, dosa yang kecil dan yang besar, dosa yang rahasia dan
terang-terangan, sepuluh macam (dosa). Engkau shalat empat rakaat. Pada setiap
rakaat engkau membaca al-Fatihah dan satu surat (al-Quran). Jika engkau telah
selesai membaca (surat) pada awal rakaat, sementara engkau masih berdiri,
engkau membaca, ‘Subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaaha illa Allah, wallahu
akbar’ sebanyak 15 kali. Kemudian ruku’, maka engkau ucapkan (dzikir) itu
sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari ruku’, lalu ucapkan
(dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau turun sujud, ketika sujud engkau
ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari
sujud, maka engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau
bersujud, lalu ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat
kepalamu, maka engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Maka itulah 75
(dzikir) pada setiap satu rakaat. Engkau lakukan itu dalam empat rakaat. Jika
engkau mampu melakukan (shalat) itu setiap hari sekali, maka lakukanlah! Jika
engkau tidak melakukannya, maka (lakukan) setiap bulan sekali! Jika tidak, maka
(lakukan) setiap tahun sekali! Jika engkau tidak melakukannya, maka (lakukan)
sekali dalam umurmu.”
·
Takhrij Hadits
·
Hadits riwayat Abu Dawud 1297; Ibnu Majah, 1387; Ibnu Khuzaimah,
1216; al-Hakim dalam Mustadrak, 1233; Baihaqi dalam Sunan Kubra, 3/51-52, dan
lainnya dari jalan Abdurrahman bin Bisyr bin Hakam, dari Abu Syu’aib Musa bin
Abdul Aziz, dari Hakam bin Abban, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Sanad ini
berderajat hasan.
·
Hadits ini juga memiliki banyak jalan yang menguatkan, sehingga
sangat banyak ulama Ahli Hadits yang menguatkannya. Dalam riwayat lain
disebutkan,
·
“Dari Abul Jauza’, dia berkata, ‘Telah bercerita kepadaku seorang
laki-laki yang termasuk sahabat Nabi. Orang-orang berpendapat, dia adalah
Abdullah bin Amr, dia berkata, ‘Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
kepadaku, ‘Datanglah kepadaku besok pagi. Aku akan memberimu hadiah, aku akan
memberimu kebaikan, aku akan memberimu.’ Sehingga aku menyangka, bahwa beliau
akan memberiku suatu pemberian. Beliau bersabda, ‘Jika siang telah hilang,
berdirilah, kemudian shalatlah empat rakaat’ (Kemudian dia menyebutkan seperti
hadits di atas) Beliau bersabda, ‘Kemudian engkau angkat kepalamu –yaitu dari
sujud kedua-, lalu duduklah dengan sempurna, dan janganlah kamu berdiri sampai
engkau bertasbih sepuluh kali, bertahmid sepuluh kali, bertakbir sepuluh kali,
dan bertahlil sepuluh kali. Kemudian engkau lakukan itu dalam empat rakaat.
Sesungguhnya, jika engkau adalah penduduk bumi yang paling besar dosanya,
engkau diampuni dengan sabab itu.’ Aku (sahabat itu) berkata, ‘Jika aku tidak
mampu melakukannya pada saat itu?’ Beliau menjawab, ‘Shalatlah di waktu malam
dan siang.’” (HR. Abu Dawud, no. 1298).
·
Juga diriwayatkan Thabarani dan Ibnu Majah, no. 1386, pada akhir
hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
·
“Seandainya dosa-dosamu semisal buih lautan atau pasir yang
bertumpuk-tumpuk, Allah mengampunimu.” (Dishahihlan al-Albani dalam Shahih
at-Targhib Wat Tarhib, 1/282).
·
Ulama yang Melemahkan Hadits Shalat Tasbih
·
Sebagian ulama melemahkan hadits shalat tasbih. Di bawah ini di
antara ulama yang melemahkan tersebut:
·
1. Ketika mengomentari hadits shalat tasbih yang diriwayatkan Imam
Tirmidzi, Abu Bakar Ibnul A’rabi berkata, “Hadits Abu Rafi’ ini dha’if, tidak
memiliki asal di dalam (hadits) yang shahih dan yang hasan. Imam Tirmidzi
menyebutkannya hanyalah untuk memberitahukannya agar orang tidak terpedaya
dengannya.” (Tuhfzatul Ahwadzi Syarh Tirmidzi, al-Adzkar karya an-Nawawi, hal.
168).
·
2. Abul Faraj Ibnul Jauzi rahimahullah menyebutkan hadits-hadits
shalat tasbih dan jalan-jalannya, di dalam kitab beliau al-Maudhu’at, kemudian
men-dha’if-kan semuanya dan menjelaskan kelemahannya.
·
3. Imam adz-Dzahabi rahimahullah menganggapnya termasuk hadits
munkar (Mizanul I’tidal, 4/213. Dinukil dari Mukhtashar Minhajul Qashidin, hal.
32, tahqiq Syaikh Abdullah al-Laitsi al-Anshari).
·
Ulama yang Menguatkan
·
Namun, sejumlah ulama besar Ahli Hadits telah menguatkan
menshahihkan hadits shalat tasbih, di antaranya:
·
1. Ar-Ruyani rahimahullah berkata dalam kitab al-Bahr, di akhir
kitab al-Janaiz, “Ketahuilah, bahwa shalat tasbih dianjurkan, disukai untuk
dilakukan dengan rutin setiap waktu, dan janganlah seseorang lalai darinya.”
·
2. Ibnul Mubarak. Beliau ditanya, “Jika seseorang lupa dalam
shalat tasbih, apakah dia bertasbih dalam dua sujud sahwi 10, 10 (sepuluh,
sepuluh)?” Beliau menjawab, “Tidak, Shalat tasbih itu hanyalah 300 (tiga ratus)
tasbih.” Dalam riwayat ini, Ibnul Mubarak tidak mengingkari shalat tasbih, yang
menunjukkan bila beliau membenarkannya (Al-Adzkar, hal. 169). Imam Tirmidzi rahimahullah
berkata, “Ibnul Mubarak dan banyak ulama berpendapat (disyariatkannya) shalat
tasbih dan mereka menyebutkan kautamaannya.” (Al-Adzkar, hal. 167).
·
3. Al-Hafizh al-Mundziri (wafat 656 H) berkata, “Hadits ini telah
diriwayatkan dari banyak sahabat Nabi, dan yang paling baik ialah hadits
Ikrimah ini. Dan telah dishahihkan oleh sekelompok ulama, di antaranya
al-Hafizh Abu Bakar al-Aajuri, Syaikh kami al-Hafizh Abul Hasan al-Maqdisi,
semoga Allah merahmati mereka. Abu Bakar bin Abu Dawud berkata, “Aku mendengar
bapakku berkata, ‘Tidak ada hadits shahih dalam shalat tasbih, kecuali ini’.”
Muslim bin al-Hajjaj berkata, “Tidaklah diriwayatkan di dalam hadits ini sanad
yang lebih baik dari ini (yakni isnad hadits Ikrimah dari Ibnu Abbas).” (Shahih
at-Targhib wat Targhib, 1/281, karya al-Mundziri, tahqiq al-Albani).
·
4. Imam Nawawi rahimahullah (wafat 676 H), beliau membuat satu
bab, Bab: Dzikir-dzikir Shalat Tasbih, di dalam kitabnya al-Adzkar, hal. 166.
Beliau juga menyebutkan perselisihan para ulama tentang hadits-hadits shalat
tasbih, dan beliau termasuk ulama yang menyatakan disyariatkannya shalat
tasbih.
·
5. Imam Ibnu Qudamah rahimahullah (wafat 689 H) berkata, “Disukai
untuk melakukan shalat tasbih.” (Mukhtashar Minhajul Qashidin, hal. 47, tahqiq:
Syaikh Ali bin Hasan).
·
6. Syaikh as-Sindi (wafat 1138 H) berkata, “Hadits ini (shalat
tasbih) telah dibicarakan oleh huffazh (para ulama ahli hadits). Yang benar,
bahwa hadits ini hadits tsabit (kuat). Sepantasnya orang-orang mengamalkannya.
Orang-orang telah menyebutkannya panjang lebar, dan aku telah menyebutkan
sebagian darinya dalam catatan pinggir kitab (Sunan) Abu Dawud dan catatan
pinggir kitab al-Adzkar karya an-Nawawi.” (Ta’liq dalam Sunan Ibnu Majah,
1/442).
·
7. Syaikh al-Albani rahimahullah menshahihkan hadits shalat tasbih
ini dalam kitab Shahih at-Targhib Wat Targhib, 1/281.
·
8. Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi al-Atsari berkata mengomentari
perkataan Ibnu Qudamah di atas, “Banyak ulama telah menshahihkan isnad hadits
shalat tasbih, dan lihatlah (kitab al-Atsar al-Marfu’ah Fil Akhbar
al-Maudhu’ah, hal. 123-143, karya al-Laknawi rahimahullah. Beliau telah
mengumpulkan hal itu dengan sangat banyak.” (Catatan kaki Mukhtashar Minhajul
Qashidin, hal. 47, tahqiq: Syaikh Ali bin Hasan).
·
9. Syaikh Salim al-Hilali menshahihkan hadits shalat tasbih dalam
kitab beliau Mukaffiratudz Dzunub.
·
10. Syaikh Abu Ashim Abdullah ‘Athaullah berkata, “Riwayat Abu
Dawud; Timidzi; Ibnu Majah; Abdur Razzaq di dalam al-Mushannaf; al-Baihaqi
dalam as-Sunan; dan al-Hakim di dalam al-Mustadrak; (derajat hadits) shahih li
ghairihi.” (I’lamul Baraya Bi Mukaffiratil Khathaya., hal. 40, taqdim: Syaikh
Mushthafa al-Adawi).
·
11. Selain para ulama di atas, yang juga termasuk menshahihkan
hadits shalat tasbih ini ialah Imam Daruquthni, Ibnu Mandah, al-Khathib
al-Baghdadi, Ibnu shalah, Ibnu Hajar al-Asqalani, as-Suyuthi, Syaikh Ahmad
Syakir, dan lainnya.
·
Kesimpulan
·
1. Derajat hadits shalat tasbih adalah shahih li ghairihi,
sehingga dapat diamalkan. Adapun para ulama men-dha’if-kannya atau menyatakan
bahwa hadits shalat tasbih adalah palsu, karena tidak mendapatkan hadits yang
kuat sanadnya. Tetapi, hal ini bukan berarti seluruh sanad hadits shalat tasbih
tidak shahih. Karena sebagiannya yang berderajat hasan, kemudian dikuatkan
jalan lainnya, sehingga meningkat menjadi shahih li ghairihi. Wallahu a’lam.
·
2. Shalat tasbih hukumnya sunnah, bukan wajib sebagaimana anggapan
sebagian orang.
·
3. Cara shalat tasbih sebagaimana hadits di atas.
·
4. Shalat tasbih dilakukan 4 rakaat dengan satu salam, sesuai
dengan zhahir hadits. Ada juga sebagian ulama yang menyatakan dengan dua salam.
Wallahu a’lam.
·
5. Waktunya boleh siang ataupun malam.
·
Bid’ah Seputar Shalat Tasbih
·
Syaikh Salim al-Hilali dalam kitab beliau Mukaffiratudz Dzunub,
menyebutkan tiga bid’ah berkaitan dengan shalat tasbih ini, yaitu:
·
1. Mengkhususkan pada bulan Ramadhan, atau mengkhususkannya pada
tanggal 27 Ramadhan.
·
2. Melakukan secara berjama’ah.
·
3. Melakukan sehari lebih dari sekali. (Selain bid’ah di atas, ada
juga bid’ah lainnya, seperti:)
·
4. Sebagian kaum muslimin ada yang melakukan setiap selapan
(istilah Jawa, yaitu 35 hari) sekali.
·
Tambahan
·
Apa yang disebutkan dalam kitab Nihayatuz Zain, hal. 115, bahwa
surat yang paling utama dibaca dalam shalat tasbih adalah permulaan surat
al-Hadid, al-Hasyr, ash-Shaf, dan ath-Thaghabun. Jika tidak, maka surat
al-Zalzalah, al-‘Adiyat, al-Haakum, dan al-Ikhlas, maka kami tidak mengetahui
dalil yang jelas tentang hal ini. Wallahu a’lam.
·
Demikian juga apa yang dinukil di dalam I’anathuth Thalibin, hal.
259 dari perkataan Imam Suyuthi, bahwa surat yang dibaca adalah al-Haakum,
al-‘Ashr, al-Kafirun dan al-Ikhlas, kami tidak mengetahui dalil yang jelas
tentang hal ini. Sedangkan di dalam hadits di atas, Rasulullah tidaklah
mengkhususkan dengan surat tertentu. Demikianlah penjelasan kami, semoga
bermanfaat. Wallahu a’lam.
Dipublikasikan dengan pengubahan tata bahasa seperlunya oleh redaksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar