Fariz Salman Alfarisi: Lemah lembut dan manahan amarah

Laman

25/03/12

Lemah lembut dan manahan amarah


   

Kelemahlembutan adalah akhlak mulia. Ia berada diantara dua akhlak yang rendah dan jelek, yaitu kemarahan dan kebodohan. Bila seorang hamba menghadapi masalah hidupnya degan kemarahan dan emosional, akan tertutuplah akal dan pikirannya yang akhirnya menimbulkan perkara-perkara yang tidak diridhoi Allah ta’ala dan rasul-Nya. Dan jika hamba tersebut menyelesaikan masalahnya dengan kebodohan dirinya, niscaya ia akan dihinakan manusia. Namun jika dihadapi dengan ilmu dan kelemahlembutan, ia akan mulia di sisi Allah ta’ala dan makhluk-makhluknya. Orang yang memiliki akhlak lemah lembut, insya Allah akan dapat menyelesaikan problema hidupnya tanpa harus merugikan orang lain dan dirinya sendiri.

Melatih diri untuk dapat memiliki akhlak mulia ini dapat dimulai dengan menahan diri ketika marah dan mempertimbangkan baik buruknya suatu perkara sebelum bertindak. Karena setiap manusia tidk pernah terpisahkan dari problema hidup, jika ia tidak membekali dirinya dengan akhlak ini, niscaya ia gagal untuk menyelesaikan problemanya.

Demikian agungnya akhlak ini sehingga rasullah memuji sahabatnya Asyaj Abdul Qais dengan sabdanya :
“Sesungguhnya pada dirimu ada dua perangai yang dicintai Allah yakni sifat lemah lembut (sabar) dan ketenangan (tidak tergesa-gesa)”. (HR. Muslim)


Akhlak mulia ini terjadang diabaikan oleh manusia ketika amarah telah menguasai diri mereka, sehingga tindakannya pun berdampak negatif bagi dirinya ataupun orang lain.
Padahal rasulullah sudah mengingatkan dari sifat marah yang tidak pada tempatnya, sebagaimana beliau bersabda kepada seorang sahabat yang meminta nasehat :
“ Janganlah kamu marah.” Dan beliau mengulanginya berkali-kali dengan bersabda : “Janganlah kamu marah”. (HR. Bukhari). dari hadits ini diambil faedah bahwa marah adalah pintu kejelekan, yang penuh dengan kesalahan dan kejahatan, sehingga rasulullah mewasiatkan kepada sahabatnya itu agar tidak marah. Tidak berarti manusia dilarang marah secara mutlak. Namun marah yang dilarang adalah marah yang disebabkan oleh hawa nafsu yang memancing pelakunya bersikap melampaui batas dalam berbicara, mencela, mencerca, dan menyakiti saudaranya dengan kata-kata yang tidak terpuji, yang mana sikap ini menjauhkannya dati kelemahlembutan.

Didalam hadits yang shahih Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam bersabda : “ Bukanlah dikatakan seorang yang kuat itu dengan bergulat, akan tetapi orang yang kuat dalam menahan dirinya dari marah”. (Muttafaqqun’alahi).

Ulama telah menjelaskan berbagai cara menyembuhkan penyakit marah yang tercelah yang ada pada seorang hamba, yaitu :

1. Berdoa kepada Allah, yang membimbing dan menunjuki hamba-hambaNya ke jalan yang lurus dan menghilangkan sifat-sifat jelek dan hina dari diri manusia. Allah ta’alah berfirman : “ Berdoalah kalian kepadaku niscaya akan aku kabulkan.” (Ghafir: 60)

2. Terus-menerus berdzikir pada Allah seperti membaca Al-Quran, bertasbih, bertahlil, dan istigfar, karena Allah telah menjelaskan bahwa hati manusia akan tenang dan tenteram dengan mengingat Allah. Allah berfirman : “Ingatlah dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” ( Ar-Ra’d : 28)

3. Mengingat nash-nash yang menganjurkan untuk menahan marah dan balasan bagi orang-orang yang mampu manahan amarahnya sebagaimana sabda nabi shalallahu ‘alaihi wasallam : “ Barangsiapa yang menahan amarahnya sedangkan ia sanggup untuk melampiaskannya, (kelak di hari kiamat) Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluq-Nya hingga menyuruhnya memilih salah satu dari bidadari surga, dan menikahkannya dengan hamba tersebut sesuai dengan kemaunnya “ (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, lihat shahihul jami’ No. 6398).

4. Merubah posisi ketika marah, seperti jika ia marah dalam keadaan berdiri maka hendaklah ia duduk, dan jikalau ia sedang duduk maka hendaklah ia berbaring, sebagaimana sabda rasulullah shalallahu alaihi wa sallam :
“ Apabila salah seorang diantara kalian marah sedangkan ia dalam posisi berdiri, maka hendaklah ia duduk. Kalau telah reda/hilang marahnya (maka cukup dengan duduk saja), dan jika belum hendaklah ia berbaring.” (Al-Misykat 5114).

5. Berlindung dari setan dan menghindar dari sebab-sebab yang akan membangkitkan kemarahannya.
Demikianlah jalan keluar untuk selamat dari marah yang tercela. Dan betapa indahnya perilaku seorang muslim jika dihiasi dengan kelemahlembutan dan kasih sayang, karena tidaklah kelemahlembutan berada pada suatu perkara melainkan akan membuatnya indah. Sebaliknya bila kebengisan dan kemarahan ada pada suatu urusan niscaya akan menjelekkannya. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda : “ Tidaklah kelemahlembutan itu berada pada sesuatu kecuali akan membuatnya indah, dan tidaklah kelembutan itu dicabut kecuali akan menjadikannya jelek.” (HR. Muslim).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar